(IG LIVE) Bagaimana Play Therapy Bisa Atasi Trauma?

Di bulan Mei 2023 ini RUANITA Kembali hadir dengan diskusi online IG Live bertema ‘Bagaimana Play Therapy Bisa Mengatasi Trauma’. Kali ini host Dina Diana @ibudindia mengundang narasumber diskusi Mala Holland, seorang psikoterapis dan trainer untuk trauma model di Inggris yang mendalami play and creative art therapy untuk mengatasi trauma di @connectplaytherapy.

Kala mendengar kata ‘bermain’, mungkin yang terpikirkan hanyalah aktivitas bermain untuk anak-anak. Kenyataannya secara ilmiah bermain membawa manfaat positif untuk kesehatan jiwa di segala kelompok usia. Seperti apa sajakah bentuk play therapy dan bagaimana caranya dalam mengatasi trauma?

Mala Holland menjelaskan bahwa trauma itu punya banyak jenis dan bentuk, tergantung pada kasus penyebabnya. Untuk bidang trauma yang didalami oleh Mala sendiri adalah trauma pada kasus kekerasan seksual dan kekerasan domestik.

Play and creative art therapy adalah sebuah model psikoterapi yang menggunakan permainan dan alat-alat seni untuk membantu seseorang mengekspresikan diri dan memproses apa yang dipikirkan atau dirasakan. 

Ketika bicara tentang trauma, menurut Mala orang kerap kali orang kesulitan untuk menjelaskan atau bingung untuk mengekspresikan yang dirasakan. Contohnya seperti ketika Mala bertanya ‘Hi, how are you?’ kepada klien, jawaban awal yang didapat hanyalah kalimat-kalimat pendek seperti ‘I’m fine’, atau ‘a little bit sad’.

Ketika mulai memakai tools seperti lewat permainan atau art and crafting material seperti pasir dan tanah liat, mereka bisa lebih mengerti perasaan mereka sendiri, mudah mengekspresikan perasaan, dan lebih bebas untuk memproses apa yang mereka alami.

Dalam hubungan antara usia, memori dan trauma, Mala menuturkan bahwa secara alami anak-anak belum mulai terbentuk memorinya di bawah usia 3 atau 4 tahun. Ini ada hubungannya dengan kematangan fungsi otak, terutama di bagian prefrontal lobe yang mengatur rasionalitas dan baru matang nanti di usia 20-an.

Mala menegaskan bahwa oleh karena itu banyak memori trauma manusia terekam sebagai emosi atau perasaan, namun secara kognitif tidak mampu mengingatnya.

Ini terjadi di banyak kasus trauma di mana korban tidak bisa mengingat kejadian atau penyebab trauma tetapi merasakan efeknya dengan intens, atau bisa tiba-tiba terpicu (triggered) oleh situasi-situasi tertentu.

Untuk kasus di mana trauma itu muncul dan orang tidak punya kemampuan atau tidak sempat untuk memprosesnya, ini akan memengaruhi coping strategy. Menurut Mala, trauma is not just what happen to us, but it is our ability to process the event. Sebenarnya kondisi triggered ini adalah cara kerja alami dari otak untuk melindungi diri agar aman.

Namun ketika efek dari sebuah kejadian menjadi sedemikian hebatnya sampai mengganggu fungsi dan kehidupan sehari-hari, di situlah trauma tersebut sudah berkembang menjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) dan membutuhkan penanganan yang berbeda lagi. 

Kondisi yang Mala kerap temui adalah kerap kali klien dengan kondisi trauma tahu apa yang membuat mereka sakit atau takut, tetapi tidak memiliki kemampuan kognitif atau kosa kata yang cukup untuk menjelaskan apa yang terjadi atau apa yang dirasakan.

Namun ketika mulai memakai art sand atau pasir dan gambar saat terapi, barulah keluar cerita tentang kejadian traumatis yang dialami oleh klien. 

Mala juga menuturkan bahwa penting bagi orangtua untuk mampu memodelkan komunikasi yang sehat, agar anak belajar untuk berani bercerita dan merasa aman ketika mengomunikasi kejadian apapun kepada orangtua. Di sisi lain, memang ada anak-anak yang pembawaan atau sifatnya cenderung tertutup dan tidak langsung terbuka untuk bercerita.

Di sinilah orangtua harus lebih jeli memperhatikan perubahan perilaku anak-anak mereka, karena Mala menjelaskan bahwa inilah yang akan terlihat lebih awal ketika anak mengalami kejadian yang menimbulkan trauma.

Menurut Mala, terapis play therapy dasarnya mulai dari bekerja pada penanganan trauma pada anak-anak terlebih dahulu lalu baru orang dewasa. Namun khusus art therapy dimulai dengan menangani orang dewasa terlebih dahulu baru kemudian mengambil extra module untuk penanganan trauma pada anak-anak.

Informasi lebih lengkapnya, Sahabat RUANITA dapat simak dalam video berikut:

Subscribe kanal YouTube kami untuk mendapatkan video terbaru dari kami.

(IG LIVE) Begini Cara Mengenali Beda PMS dan PMDD?

Dalam episode IG Live bulan April 2023, RUANITA mengundang narasumber yakni Rika Melissa (akun IG: seerika) yang tinggal di Finlandia. Topik yang dipilih oleh RUANITA dalam episode kali ini adalah tentang PMDD yang tak banyak diketahui oleh perempuan dan orang awam umumnya. PMDD adalah singkatan dari Premenstrual Dysphoric Disorder yang gejala-gejalanya mirip seperti PMS (=Premenstrual Syndrom) yang terjadi pada perempuan.

Keseharian Rika seperti bekerja dari rumah, mengantar/menjemput anak bersekolah, dan pengajar tari di KBRI Helsinki. Rika Melissa sendiri adalah seorang perempuan yang mengetahui pengalaman PMDD setelah dia melahirkan anak yang kedua atau sekitar awal tahun 2020. Rika mengakui bahwa dia tak pernah punya masalah dengan PMS sebelumnya. Namun memang diakui Rika, dia pernah punya depresi atau Postpartum Depression setelah melahirkan.

Pada 2018 akhir, Rika mengalami depresi dan mendapatkan pengobatan dari dokter. Namun Rika menyadari bahwa pengobatan depresi yang diminumnya sama sekali tidak efektif ketika Rika mulai mengalami masa-masa menjelang menstruasi. Pada 2019 pertengahan, Rika pindah ke Amerika Serikat untuk ikut suami bekerja. Di negeri Paman Sam, Rika pun mendapatkan pengalaman depresi kembali setiap menjelang menstruasi.

Pengalaman depresi Rika dialami setiap dua minggu sebelum menstruasi. Bahkan Rika menyadari kalau depresi akan muncul ketika masa ovulasi. Rika disarankan untuk minum obat Anti Depresi, tetapi Rika menyadari kalau obat tersebut memiliki efek samping seperti penambahan berat badan hingga kulit yang tampak berjerawat di wajah.

Follow us: @ruanita.indonesia

Meski depresi yang dihadapi Rika adalah masalah psikologis, tetapi penanganan yang dilakukan oleh ahli di Finlandia hanya berupa treatment pengobatan saja. Rika benar-benar tidak mendapatkan treatment terapi. Rika datang ke tempat semacam puskesmas di Indonesia dan dokter umum langsung memberikan resep untuk depresi yang dihadapinya.

Menurut Rika, PMDD sangat bergantung dengan hormon yang dialami perempuan. Diagnosa dokter mengacu pada jurnal yang dibuat oleh Rika selama tiga bulan. Sampai sekarang Rika pun tidak tahu apa penyebab PMDD tersebut, bahkan dokter lebih menekankan pada penanganannya saja, bukan penyebabnya.

Rika berpendapat perempuan yang mengalami Postpartum depresion dan perempuan yang memiliki hormon tidak seimbang ternyata berisiko tinggi untuk mendapatkan PMDD. Jadi bagi mereka yang termasuk berisiko tersebut, wajib memerhatikan gejala-gejala PMS yang dihadapinya sekitar 2-3 minggu. Apakah gejala yang dihadapi adalah PMS atau PMDD?

Rika bercerita tentang pengalaman treatment yang diperolehnya selama beliau tinggal di Amerika Serikat dan Finlandia. Rika berharap bahwa tenaga kesehatan perlu juga dibekali edukasi yang tepat juga ketika ada seorang perempuan mengeluhkan PMDD. Karena PMS bisa jadi awal indikasi masalah selanjutnya seperti: Miom, Kista, atau PMDD.

Masalah menstruasi di masyarakat masih dipandang tabu untuk dibicarakan padahal perempuan perlu banyak memahami persoalan kesehatan yang dialaminya termasuk bagaimana menanganinya. PMS itu memang sakit yang kadang membuat perempuan merasa sebagai ‘nasib’ padahal kadar sakit dan ketidakwajaran tersebut perlu diperiksa dan dicari tahu. Ketidakwajaran seperti sulit melakukan aktivitas harian, sakit berlebihan, dan depresi yang berlangsung selama 2-3 minggu. Demikian saran Rika.

Lebih lengkap dapat disimak dalam rekaman berikut:

(IG LIVE) Konsep Bahagia di Denmark & Finlandia

Kebahagiaan pada umumnya biasa diidentifikasikan oleh gerakan wajah tersenyum atau tertawa. Namun apakah tertawa dan tersenyum menjadi satu-satunya tolak ukur dalam kebahagiaan?

Pada IG Live di bulan Maret 2023, Ruanita membahas tentang kebahagiaan atau apa yang menyebabkan seseorang bisa menjadi bahagia yang dipandu oleh Fransisca Sax seorang volunteer RUANITA yang bekerja sebagai Psikolog dan menetap di Jerman.

Pada kesempatan kali ini ada dua sahabat Ruanita, Selvie Tandirerung yang berkerja sebagai Mine Engineer di Finlandia dan juga Dewi Nielsen yang bekerja sebagai suster di Denmark, akan bercerita dan berbagi sudut pandang mereka tentang apa itu kebahagiaan di Finlandia & Denmark.

Lalu mengapa di Finlandia dan Denmark?

Follow us ruanita.indonesia



Menurut Statista, Finlandia dan Denmark merupakan dua negara peringkat teratas dalam index kebahagiaan. Selvie dan Dewi yang sudah lama menetap di kedua negara tersebut bercerita tentang cara hidup dan juga kebiasaan yang menyebabkan dua negara tersebut berada di peringkat atas negara paling bahagia di seluruh dunia. Selain itu, mereka juga akan berbagi tentang perbedaan kultur & cara pandang antara Indonesia dan Denmark & Finlandia dan juga perbedaan fundamental dalam konsep kebahagiaan.

Padahal jika ditilik, Finlandia dan Denmark yang secara geografis berada di Eropa Utara, terkenal akan minimnya sinar matahari ketika musim dingin ditambah lagi suhu cuaca yang hanya berkisar sekitar 20 derajat Celcius pada musim panas. Kekayaan alam mereka juga tidak seberagam atau tidak semelimpah ruah jika dibandingkan dengan Indonesia

Kemudian, apa sih yang membuat Finlandia & Denmark berada di peringkat atas?

Apakah karena masyarakat di dua negara tersebut suka tertawa? Atau karena mereka gemar membayar pajak? Atau mungkin karena mereka mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi antar sesama dan juga kepada badan pemerintahan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, silahkan klik dan putar ulang siaran IG Live Ruanita yang semoga akan menjawab rasa penasaran para sahabat Ruanita dan juga bisa menjadi pembelajaran di hidup kita.

Penulis: Putri T. tinggal di Jerman (akun IG: pupsaloompa)

(IG LIVE) Bagaimana Penggunaan Aplikasi Kencan yang Aman?

Salah satu keunikan dari komunikasi modern masa kini adalah menjamurnya berbagai situs dan aplikasi kencan online. Dating apps dan dating sites terbukti memudahkan seseorang terhubung dengan orang-orang lain dari berbagai belahan dunia dan menemukan pasangan hidup. 

Bagaimana pengalaman dan tantangan yang dialami para pengguna aplikasi kencan online? Diskusi IG Live RUANITA di episode Februari 2023 ini membahas tema ‘Temukan Cinta di Aplikasi Kencan Online’ yang dipandu oleh Fransisca Sax (@psychatte_), seorang psikolog yang tinggal di Jerman. RUANITA juga turut mengundang tamu spesial yakni Georgina Mieke (@georginamieke) yang tinggal di Indonesia dan Nella Silaen (@emaknyabenjamin) yang tinggal di Jerman. Mereka berbagi pengalaman saat membangun kehidupan baru dengan pasangan yang ditemui di aplikasi kencan online, dan bagaimana menghadapi kondisi belum berhasil meski sudah mencoba bertahun-tahun lamanya. 

Georgina Mieke menuturkan pengalamannya sebelum menggunakan dating sites, salah satunya dari pekerjaannya yang saat itu mengharuskan mengikuti posting tugas dan social gathering di banyak embassy. Salah satu dating sites yang pernah diikuti Georgina adalah International Cupid. Sementara Nella menceritakan di tahun 2009 ia bergabung di situs asianeuro.com, yang sekarang menjadi asiandating.com. 

Ada satu hal yang menarik dari penuturan Nella bahwa di asiandating.com, sesama basic member yang baru kenalan itu hanya bisa klik like saja. Untuk bisa lanjut berkomunikasi maka member harus melakukan upgrade profile. Nella saat itu berpikir harusnya pihak pria juga upgrade profile untuk menunjukkan keseriusan, tidak hanya pihak wanita saja. Kalau salah satu pihak sudah updating profile, mereka pun bisa lanjut berkomunikasi lewat email, kirim pesan dan mengobrol live. Ketika itu, suami Nella berpikiran sama dan akhirnya upgrading profile untuk tiga bulan, setelahnya komunikasi pun berlanjut. Namun menurut Nella, tak ada salahnya juga kalau pihak wanita upgrading profile terlebih dahulu kalau misalnya merasa sudah cocok dengan basic profile pihak pria.

Menurut Georgina, beberapa masalah yang dulu umumnya dihadapi orang-orang saat berinteraksi di dating sites adalah terlanjur GR dan ternyata profil pihak prianya tidak verified. Menurut Georgina, selalu verify dulu profil orang yang mengajak berkenalan, jangan langsung mengiyakan.

Follow akun kami ya: ruanita.indonesia

Sementara Nella menjelaskan, dulu dating sites yang diikutinya mengharuskan member mengirimkan fotokopi paspor atau KTP untuk menghindari scammers & orang-orang yang punya niatan jahat. Member juga diharuskan mengisi banyak pertanyaan seputar biodata, kesukaan dan minat diri, mulai dari soal hobi hingga kebiasaan saat travelling. Disebutkan juga bahwa pertanyaan tentang merokok, minum atau tidak, serta sudah punya anak atau belum dan preferensi status harus diisi juga. Nanti dari jawaban-jawaban ini akan dicocokkan dengan profil yang dicari dan sebaiknya memilih profil yang kecocokannya mendekati 100%. 

Untuk menghindari pihak pria yang tidak serius di dating sites, Georgina menuturkan bahwa ia selalu minta untuk bertemu online terlebih dahulu dengan pihak pria. Sementara Nella bercerita kalau dulu bersama suami hanya lewat telepon, sama sekali tidak pernah videocall; untungnya gayung bersambut dan dua-duanya memang serius. 

Selain itu, Georgina menuturkan juga kalau seringkali mendapati foto profil di dating sites tidak sesuai dengan profil asli orang tersebut di usianya sekarang. Nella juga menjelaskan bahwa foto juga berperan penting dalam profil dan preferensi target, seperti sebaiknya pasang foto sendiri, bukan foto bersama orang-orang. Georgina juga menambahkan bahwa member di dating sites seharusnya menulis usia dengan jujur, bukan dalam rentang usia, agar tidak terkesan asal mencari pasangan saja. Ia pun sering mendapati bahwa foto profil member wanita justru lebih serius daripada member pria yang seringkali fotonya asal-asalan. Menurut Georgina, member pria yang foto profilnya tidak asal-asalan biasanya aslinya tidak asal-asalan pula.

Soal faktor keberhasilan mencari jodoh di dating sites, menurut Nella itu semua bergantung pada chemistry saat ngobrol bertemu langsung. Menurutnya tidak cukup hanya merasa nyaman saat ngobrol via online. Selain itu prinsip Nella dalam menilai keseriusan pihak pria adalah pria yang duluan mengunjungi ke negara pihak wanita. Menurut Nella ini ada hubungannya dengan tips untuk menjaga keselamatan diri sebagai pihak wanita, seperti ketika pihak wanita juga memutuskan untuk mengunjungi pihak pria, jangan langsung bertemu di rumahnya. Sebaiknya bertemu di tempat ramai yang netral.

Minat Georgina di bidang spiritual menjadi screening tools dalam memilih profil. Selain itu Georgina juga menyatakan kalau dia memiliki preferensi profil member yang memang highly educated dan well-travelled, karena ia menyukai orang yang bisa diajak ngobrol dengan wawasan yang luas. Dari pengalamannya juga Georgina melakukan screening dari profil finansial.

Mengenai pihak pria yang langsung meminta foto pribadi saat mengobrol online dan mengancam putus, baik Georgina dan Nella menyatakan bahwa ini adalah tanda-tanda yang harus diwaspadai dan harus segera ditinggalkan. Menurut mereka, member yang baik-baik biasanya tidak akan meminta foto aneh-aneh. Tak hanya mereka yang langsung meminta foto pribadi saja yang harus diwaspadai, namun juga yang sudah lama mengobrol online lalu tiba-tiba minta foto pribadi pun sebaiknya langsung profilnya diblok saja. Menurut Nella, wanita juga harus berhati-hati dengan member pria yang baru berkenalan sudah bilang ingin segera mengajak menikah. Biasanya ini dilakukan untuk mengelabui pihak wanita dan nantinya akan lebih berbahaya bila dilanjutkan, apalagi kalau sampai si wanita memutuskan untuk mengunjungi negara pria tersebut.

Beberapa tips yang Georgina & Nella bagikan untuk mereka yang berencana untuk mencari pasangan lewat aplikasi kencan online:

  1. Jangan melanjutkan hubungan hanya dengan berdasarkan kecocokan saat ngobrol online. Selalu minta untuk kopi darat atau bertemu langsung. 
  2. Jangan baper seperti merasa berbunga-bunga ketika intens disanjung, atau berlarut-larut kecewa manakala komunikasi tidak berjalan seperti yang dikehendaki.
  3. Ketika sudah merasa cocok pun, jika menemukan perbedaan yang tidak dapat ditolerir sebaiknya jangan berharap atau tertantang untuk mengubah kepribadian pasangan. Ini akan berbalik jadi melelahkan diri kita sendiri.
  4. Pihak wanita boleh proaktif dan jangan sungkan untuk menyapa atau memghubungi terlebih dahulu, tetapi juga jangan sampai menurunkan standard.
  5. Waspadai pihak pria yang banyak beralasan dan tidak mau diajak bertemu online lewat videocall, yang di awal-awal perkenalan langsung intens menyanjung-nyanjung, atau malah langsung mengajak bertemu.
  6. Jika pihak pria selalu tidak mau diajak online, salah satu triknya adalah periksa foto profilnya  menggunakan google reverse image. Ini bisa untuk melacak kecocokan nama dan foto profil tersebut ke akun sosial media dan domain tertentu, apakah betul akun dan domainnya milik profil orang tersebut.
  7. Selalu kabari anggota keluarga atau teman dan sahabat jika memiliki rencana untuk bertemu atau bepergian mengunjungi pihak pria. Demi keselamatan diri, urungkan niat untuk tiba-tiba mengunjungi pihak pria dengan tujuan memberikan kejutan.

Simak lebih lanjut diskusi tersebut lewat kanal YouTube kami berikut ini:

Disclaimer: RUANITA menyajikan konten dengan tujuan informasi, edukasi dan komunikasi dengan maksud berbagi praktik baik kehidupan orang Indonesia di mancanegara. Konten ini tidak dapat mewakili pendapat profesional/ahli dan disesuaikan dengan konteks dan pengalaman masing-masing narasumber yang terlibat dalam program ini. Mohon kebijakan penonton yang menyaksikannya.

Penulis: Aini Hanafiah, tinggal di Norwegia (akun IG: aini_hanafiah).

(IG LIVE) Apakah Kamu Mengalami Culture Shock?

Di bulan Januari 2023 ini RUANITA Indonesia mengangkat tema culture shock yang lazim dialami oleh pendatang saat beradaptasi dengan budaya baru. Seperti apa culture shock jika dilihat dari sudut pandang antropologi?

Dalam episode IG Live Sabtu lalu (28/1), Dina Diana lewat akun @ruanita.indonesia mengundang Novi Siti, salah satu volunteer RUANITA yang tinggal di Bergen-Norwegia. Sebagai pekerja sipil yang menetap di Norwegia selama 20 tahun belakangan dan memiliki latar belakang keilmuan di bidang antropologi, Novi berbagi pengalaman dan cara-cara yang ditempuh kala menghadapi culture shock.

Menurut Novi, untuk bisa menjelaskan culture shock atau gegar budaya ini harus dipahami dulu tahapannya, seperti pertama mungkin merasa kaget, kemudian mencoba untuk menghadapi situasi yang berbeda. Kadang ketika selanjutnya seseorang tidak bisa beradaptasi, itu akan menyebabkan stress.

Novi bercerita ketika pertama kali tiba di Tromsø untuk kuliah S2, dia mengalami banyak ‘kekagetan’ yang bersumber dari perbedaan hal-hal yang dialami dan dipelajarinya saat di Indonesia.

Perbedaan iklim, norma sosial serta kebiasaan berinteraksi di masyarakat Tromsø ternyata menimbulkan banyak kekagetan. Namun dia mencoba memahami dan menerima bahwa itulah Tromsø.

Lanjutnya lagi, perubahan peran dan tahapan hidup yang dijalaninya kala itu (awalnya sebagai mahasiswa dan kemudian menjadi seorang ibu) turut menyumbang beberapa ‘kekagetan’ tersebut.

Follow akun IG: ruanita.indonesia

Menurutnya, ada hal-hal yang berbeda dari pola pikir dan perilaku kita yang kemudian akan menimbulkan kekagetan tersebut, sehingga sangat penting untuk belajar memahami bagaimana perilaku dan perspektif orang lain melihat sesuatu; jangan sampai dijadikan benturan. Kekagetan inilah yang Novi coba untuk diterima dulu saja agar kemudian bisa ia pahami.

Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang open-minded membuat Novi merasa lebih mudah dalam dealing with culture shock, dalam hal menerapkan pola pikir ‘terima dulu saja seperti itu’. Budaya di Norwegia pun memberikan ruang untuk dapat mengekspresikan diri asalkan tidak melanggar hukum sehingga penting untuk memahami terlebih dahulu aturan-aturan yang berlaku.

Yang sama pentingnya untuk dipelajari pertama kali adalah memahami bahasa setempat. Ini karena bahasa bukanlah hanya urutan kata-kata dan kalimat saja, tetapi juga alat untuk mengekspresikan diri dan mengungkapkan sesuatu dengan asosiasi dan metafora lainnya.

Sebagai contoh, Novi menjelaskan bahwa orang Norwegia bukanlah orang yang ‘direct’ dalam menyatakan ketidaksetujuan. Sehingga ketika ingin menyatakan misalnya sebuah ide tidak cukup bagus atau biasa-biasa saja, mereka akan mengungkapkan dengan bertanya berputar-putar “I just wondering, why…” dan seterusnya.

Salah satu strategi adaptasi yang Novi pakai adalah mempelajari humor warga setempat dan bagaimana cara mereka bercanda. Novi melihat bahwa cara orang Norwegia bercanda adalah menggunakan metafora dan tidak direct bertanya tentang hal-hal sensitif seperti umur atau body shaming.

Lewat humor inilah Novi mempelajari kode-kode sosial yang berlaku di masyarakat, dan hal apa saja yang diminati oleh warga setempat serta menyelaraskannya dengan keinginannya juga. Menurutnya, ini adalah sebuah ‘seni’ untuk meyakinkan orang lokal bahwa kita tertarik mempelajari budaya mereka dan mau menyelaraskan diri.

Menurut Novi, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam bereaksi dan beradaptasi dengan budaya baru, seperti karakter pribadi, konteks situasi dan budaya asal, serta kebijakan integrasi dan willingness dari pemerintah di negara yang didatangi oleh imigran.

Seperti di Norwegia, pemerintah selalu membuat analisis risiko dalam menerapkan kebijakan imigrasi dan integrasi untuk pendatang. Salah satu hasilnya adalah pemerintah Norwegia menyediakan kursus samfunnskunskap atau social studies yang bisa diikuti oleh semua pendatang.

Selain itu negara juga menyediakan fasilitas konsultasi, konseling serta terapi untuk para pendatang yang sudah berada dalam tahapan kesulitan beradaptasi, tergantung pada sebesar apa masalah yang dihadapi.

Salah satu cara terbaik dalam meminimalisir culture shock adalah terima saja terlebih dahulu, baru kemudian kita bawa berefleksi. Novi menjelaskan bahwa dalam menghadapi budaya baru, jangan sampai kita menginterpretasikan sesuatu berdasarkan apa yang ada di nilai-nilai diri kita. Yang harus dilakukan adalah memahami terlebih dahulu di mana kita berada dan berdiri di saat ini.

Menurutnya, kita tidak bisa memaksakan atau merasa budaya kitalah yang lebih benar daripada budaya lain. Dan sebagai pendatang, memang ada semacam keharusan bagi kita untuk mengikuti peraturan di negara tersebut. Oleh karena itu, faktor kemampuan berbahasa lokal ini sangat penting agar kita dapat berkomunikasi dengan orang lokal untuk mempelajari bagaimana mereka berperilaku dan memahami nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam pemikiran mereka.

Selengkapnya bisa disimak dalam rekaman IG LIVE berikut ini:

Subscribe akun YouTube kami ya.

Penulis: Aini Hanafiah, tinggal di Norwegia (akun IG: aini_hanafiah)

(IG LIVE) Kekerasan terhadap Perempuan dalam Kasus HIV & AIDS

Episode IG Live di bulan Desember 2022 ini masih menjadi rangkaian kampanye 16 Hari memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh pada 25 November. Sejalan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember, RUANITA mengundang narasumber yang memahami dan meneliti HIV & AIDS selama ini terutama dalam kasus HIV & AIDS yang terjadi pada perempuan. Apakah ada kekerasan pada perempuan dalam kasus HIV & AIDS?

Narasumber yang dimaksud adalah Anindita Gabriella Sudewo (akun IG: gabiaja) yang adalah peneliti dan pernah bekerja di HIV & AIDS Research Center Unika Atma Jaya Jakarta. Gabi – begitu dia disapa – telah menyelesaikan tema Disertasi berkaitan HIV & AIDS di UNSW Australia. Gabi Sudewo Ph.D. baru saja menyelesaikan Disertasi studi S3 di UNSW Australia yang masih berkaitan dengan HIV & AIDS.

Norma sosial membuat perempuan lebih rentan dalam kasus HIV & AIDS, di mana terjadi relasi kuasa dalam kasus heteronormatif bahwa perempuan disalahkan dan perempuan tidak punya kuasa untuk mendapatkan layanan kesehatan. Misalnya ada kasus perempuan tidak punya kuasa untuk pergi mendapatkan pengobatan dan layanan rutin karena suami tidak mendukung.

Follow akun IG: ruanita.indonesia

Pengaruh struktur sosial mengenai pandangan: menjadi istri yang baik, pasangan seks yang baik, dan lainnya sehingga menyulitkan perempuan sebagai partner seks untuk melindungi diri misalnya pemakaian kondom saat berhubungan seks. Perempuan dalam penelitian Gabi juga ditemukan bahwa mereka masih sulit untuk mengambil keputusan untuk kesehatan dan perlindungan dirinya.

Kekerasan dalam kasus HIV & AIDS bukan hanya berupa kekerasan fisik atau kekerasan verbal melainkan pada pembatasan terhadap layanan kesehatan HIV & AIDS dan tidak adanya dukungan sosial dari pasangan seks pada perempuan.

Perempuan sebenarnya memiliki kekuatan yakni network sosial yang cukup kuat dibandingkan laki-laki. Melalui social support system yang dibangun seperti RUANITA, ini bisa mengurangi risiko bermunculan kasus HIV & AIDS. Selain itu, kita perlu meningkatkan kampanye untuk sadar tes HIV & AIDS agar lebih dini mengetahui statusnya.

Sejak muncul HIV & AIDS pertama kali di dunia memang tampak seperti isu yang menyeramkan yang berkaitan dengan perilaku seks atau penggunaan zat, bukan masalah kesehatan yang menjadi prioritas. Penting juga memiliki kesadaran untuk memeriksakan dirinya melalui tes HIV & AIDS sehingga lebih dini mengetahui statusnya.

Hari AIDS Sedunia ini juga mendorong pemahaman masyarakat bahwa HIV & AIDS adalah isu kesehatan kronis, bukan isu moral sehingga perlu kesadaran bersama. Hari AIDS Sedunia ini juga perlu memerangi stigma sosial di masyarakat yang menghambat kampanye di masyarakat. Padahal dukungan sosial itu penting untuk mereka yang hidup dengan HIV & AIDS seperti dukungan pengobatan, motivasi, dan lainnya.

Sebagai manusia, kita punya hak asasi manusia yang sama untuk melindungi diri dan mendapatkan akses kesehatan yang sama. Begitu pun dalam kasus HIV & AIDS, kita perlu mendorong peningkatan informasi yang benar dan tepat tentang HIV & AIDS.

Pesan Gabi adalah memulai dukungan dari diri sendiri seperti tidak membuat stigma sosial kepada mereka yang hidup dengan HIV & AIDS. Sebagai makhluk sosial, kita perlu memberikan dukungan yang memberdayakan kepada mereka yang menjadi kelompok rentan dan memberikan advokasi kepada perempuan yang masih menjadi kelompok rentan.

Lebih lanjut tentang diskusi virtual IG Live dapat menyimak rekamannya di saluran YouTube kami berikut:

Disclaimer: RUANITA menyajikan konten dengan tujuan informasi, edukasi dan komunikasi dengan maksud berbagi praktik baik kehidupan orang Indonesia di mancanegara. Konten ini tidak dapat mewakili pendapat profesional/ahli dan disesuaikan dengan konteks dan pengalaman masing-masing narasumber yang terlibat dalam program ini. Mohon kebijakan penonton yang menyaksikannya.

(IG LIVE) Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif HAM

“Bagaimana menerima kasus dan tidak menghakimi korban di masa mendatang melalui kebijakan terintegrasi?” kata Chris Poerba sebaga narasumber IG Live Episode November 2022 yang mengambil tema: kekerasan terhadap perempuan dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM).

Program IG Live adalah salah satu program RUANITA yang diselenggarakan tiap bulan dengan tema-tema menarik dan mengundang tamu yang bercerita menurut pengetahuan, pengalaman dan pengamatan.

Pada Episode November 2022 IG Live dipandu oleh Fransisca Sax, volunteer RUANITA yang bekerja sebagai Psikolog dan menetap di Jerman.

Program IG Live ini menjadi bagian dari kampanye 16 hari peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang dimulai dari 25 November 2022.

Untuk mendalami tema ini, kami mengundang Chris Poerba, peneliti dan penulis buku bertema gender dan HAM. Chris Poerba juga pernah bekerja sebagai Badan Pekerja Purnabakti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (2012-2021) dan sekarang bekerja sebagai konsultan peneliti di Komnas HAM Indonesia.

Follow kami: akun ruanita.indonesia

Fransisca menjelaskan latar belakang tema IG Live episode November 2022 adalah bagian darian rangkaian kampanye 16 hari yang diselenggarakan RUANITA yang disebut program AISIYU (=AspIrasikan Suara dan Inspirasi nYatamu) yang kini memasuki tahun kedua. Tahun lalu RUANITA menggelar kampanye SURAT TERBUKA yang menyuarakan keprihatian akan maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan.

Mengingat kendala teknis yang dialami Fransisca di Jerman dan Chris Poerba di Indonesia, mohon agar penonton dapat memahami bagaimana kami telah berupaya maksimal dalam menyelenggarakan program IG Live tiap bulannya.

Kekerasan terhadap perempuan adalah termasuk bagian dari kekerasan terhadap hak asasi manusia. Ada kekerasan yang terjadi pada perempuan dan itu belum tentu dialami oleh para pria sehingga itu membuat penderitaan tersendiri bagi perempuan yang menjadi kelompok rentan. Hal ini pun sudah tercantum dalam Konvensi Internasional menjadi bagian dari Kekerasan Berbasis Gender.

Sebagai pekerja kemanusiaan, Chris Poerba tentu punya motivasi tersendiri karena telah bergelut lebih dari 10 tahun dalam isu yang sama. Chris menilai selama ini masih banyak orang rancu antara pendapat gender dan kodrat, padahal relasi perempuan dan laki-laki adalah sama. Chris mengaku ini tak mudah untuk meyakini paradigma berpikir seperti ini dalam masyarakat terutama yang masih mendominasi oleh paham patriaki.

Data WHO menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan masih mengalami kekerasan dan dalam 10 tahun belum ada penurunan angka yang signifikan. Mengapa kasus kekerasan terhadap perempuan masih sulit diproses secara hukum?

Kekerasan terhadap perempuan ini masih terlihat seperti gunung es di mana ada banyak hal yang memengaruhi seperti korban tidak percaya satu sama lain, stigma sosial masyarakat, diskriminasi dan selama ini penanganannya memang masih hanya ada permukaan. Penanganannya menurut Chris perlu dilakukan secara menyeluruh oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Lebih jelas tentang program IG Live, bisa disaksikan rekamannya dalam saluran YouTube kami berikut:

(IG LIVE) Empty Nest Syndrome: Kehidupan Setelah Anak Pergi

(NORWEGIA 23/10) Ketika anak-anak sudah dewasa dan memiliki kehidupan baru lalu memutuskan untuk meninggalkan rumah tempat mereka tumbuh, ada semacam rasa ‘kedukaan’ yang umumnya dialami oleh orangtua. Bagaimana perasan dan pengalaman para orangtua ketika melepas anak-anak yang sudah dewasa? Apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan sedih dan kesepian tersebut?

Dalam episode IG Live Oktober 2022 ini, Ruanita Indonesia mengangkat tema ’Empty Nest Syndrome: Kehidupan Setelah Anak Pergi’. Dipandu oleh Anna @anna_knobl, Ruanita turut mengundang Ibu Yeni @yenikirimang, seorang ibu yang tinggal di Jerman dan Ibu Elvita @fitrianielvita, seorang ibu yang tinggal di Indonesia.

Ibu Elvita memiliki tiga anak, salah satunya kini sedang melanjutkan studi di Munchen setelah kuliah di IAIN Surakarta. Sementara Ibu Yenni adalah seorang Ibu yang tinggal di Jerman dan memiliki dua laki-laki (23 & 24 tahun). Kedua anak lelakinya kini sudah menetap di kota Hamburg, sementara Ibu Yenni tinggal di sebuah kota yang berjarak sekitar 4 jam menyetir dari Hamburg. Ibu Yenni menuturkan ia dan anak-anaknya sering berkomunikasi lewat facetime, namun untuk dating mengunjungi hanya sekitar 1-2 kali setahun.

Ibu Yenni menuturkan bahwa saat pertama kali anaknya pindah kota untuk merantau, awalnya ia merasa kehilangan. Dari memasak saja sudah mengingatkannya akan perasaan sepi saat anak-anak meninggalkan rumah karena yang biasanya sehari-hari memasak banyak hidangan, tiba-tiba saja tidak banyak yang harus dimasak. Lalu saat malam menjenguk kamar anak-anak, kini telah kosong.

Padahal sebelumnya setiap malam ia selalu menjenguk anak-anak untuk mengucapkan selamat tidur. Namun menurut Ibu Yenni, kondisi kehilangan dan kesepian ini adalah bagian dari proses yang berulang karena mungkin dulu inilah yang dirasakan orangtua saat harus melepas kita untuk pindah merantau.

Menurut Ibu Elvita saat anak-anaknya masih kuliah di lain kota di Indonesia, mereka masih bisa berkunjung rumahnya lalu kembali pulang ke kos-kosan. Namun ketika anak-anak pergi merantau jauh rasanya pasti waswas, rindu dan kangen.

Saat perasan tersebut melanda, ia berusaha mencari jalan keluar dengan beraktivitas dan menyibukkan diri dengan bekerja sebagai konsultan. Ia juga menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama suami. Ibu Elvita juga mengungkapkan bahwa awalnya sangat sulit sekali menemukan rumah dalam keadaan sepi tanpa anak-anak, yang bahkan masih terasa hingga kini, namun ini adalah kondisi yang memang harus dilalui.

Bagaimana pendapat Ibu Elvita dan Ibu Yenni tentang social support group untuk orangtua yang mengalami empty nest syndrome? Apakah ada cara khusus dalam mengatasi kesepian ketika anak-anak sudah tidak lagi tinggal di rumah?

Ibu Yenni mengungkapkan kalau anak-anaknya tahu saat ia sedang kangen. Dengan ia berkomentar ‘mama kangen’ saja, anak-anak pasti tahu. Ibu Yenni sendiri mempunyai grup teman arisan di Hamburg. Jadi kalau saat arisan di Hamburg, ia selalu punya misi untuk bertemu dengan anak-anaknya. Meski hanya sebentar dan harus menyamakan jadwalnya dengan jadwal anak-anaknya seperti membuat temu janji, tetapi ia selalu menyempatkan diri untuk bertemu.

Ibu Yenni menjelaskan bahwa ia mengerti bahwa anak-anak sudah punya kesibukan sendiri, jadi ialah yang harus menyempatkan duluan untuk menemui mereka. Ketika bertemu, anak-anaknya akan menjemput dan memasak, lalu makan bersama. Kalau mereka main bola, jika sempat ia akan ikut menonton. Jadi sampai anak dewasa, ada kebahagiaaan tersendiri saat masih bisa menonton dan bisa terlibat aktivitas mereka meski dari jauh.

Ibu Elvita mengakui bahwa dengan fasilitas teknologi, meski anaknya tinggal jauh tapi masih bisa berkomunikasi terus. Jadi ini harus selalu disyukuri. Sebelum kondisi pandemi, Ibu Elvita bisa mengunjungi anak-anaknya setidaknya setahun sekali, namun beberapa tahun terakhir belum bisa saling mengunjungi. Menurutnya yang terpenting adalah kita sebagai orangtua harus selalu ada untuk anak-anak, mau jauh maupun dekat dengan bantuan komunikasi digital.

Untuk komunitas social support group, menurut Ibu Yenni ia tidak punya komunitas khusus, tetapi ia memiliki teman-teman yang bisa curhat bareng seperti ‘Kenapa sih anak kita kalau mau ketemu harus izin partnernya?’.

Dan setelah curhat jadi menyadari bahwa sekarang harus legowo karena dulu ternyata kita seperti itu juga. Pada akhirnya harus disadari kalau semua hal adalah titipan, termasuk anak-anak. Lalu ia juga jadi menyibukkan diri dengan banyak membaca, karena ia suka sekali membaca. 

Bagi Ibu Elvita, ia berusaha untuk tidak larut dalam perasaan tersebut. Ia kini banyak bekerja dengan masyarakat sehingga kini ia bisa lebih all out dan optimum dalam bekerja. Kini ia bekerja sebagai motivator dan konsultan. Lalu yang terpenting adalah bagaimana anak itu bahagia. Semua rasa rindu dan sedih jadi sirna saat mengetahui bahwa anak kita bahagia. Kebetulan Ibu Elvita juga punya punya komunitas Primordial sesama teman-teman usia sepuh yang sama-sama mengalami kondisi serupa.

Ibu Elvita bersama teman-teman komunitasnya suka jalan-jalan dan mengisi waktu bersama dan ini sangat membantu. Hal yang sama juga diiyakan oleh Ibu Yenni di mana ia selalu menyempatkan punya alibi untuk jalan-jalan bersama teman-temannya. Punya kesibukan yang menyenangkan sangatlah membantu dalam mengatasi kondisi empty nest ini.

Baik Ibu Yenni maupun Ibu Elvita mengiyakan bahwa kondisi empty nest ini paling berdampak pada para Ibu. Menurut Ibu Yenni, para bapak bisa jadi turut mengalami namun tidak memperlihatkan perasaan mereka. Mungkin ini karena para ibulah yang biasanya terlibat paling dekat dalam mengurusi anak-anak.

Jadi ketika anak-anak dewasa dan pergi meninggalkan rumah, rasanya mengejutkan sekali, seperti kehilangan dan bisa tiba-tiba menangis. Momen-momen kecil seperti ketika mendapati jumlah cucian tidak sebanyak biasanya, rumah yang biasanya berantakan namun sekarang rapi lebih lama tapi lebih sepi, serta tidak ada sesi sarapan bersama lagi bisa saja terasa menyedihkan. 

Ada beberapa hal yang dapat disiapkan para orangtua yang anak-anaknya sebentar lagi akan meninggalkan rumah. Menurut Ibu Elvita, yang paling penting adalah restu dan support dari kita untuk anak-anak. Sebagai orangtua, kita lepas mereka dengan restu, support dan doa buat anak-anak. Pengorbanan yang sangat luar biasa setelah membesarkan anak adalah saat kita melepas anak ketika mereka dewasa. Lalu siapkan juga mental kita dan yakinkan diri bahwa anak-anak siap dan mereka bisa bertanggung jawab dengan pilihan mereka, seperti dulu waktu kita dilepas oleh orangtua kita.

Ibu Yenni pun berpesan untuk anak-anak bahwa yang pertama, tetaplah menjaga kontak dengan orangtua. Bagi orangtua, itu terasa sangat berharga sekali. Ia teringat bahwa dulu ia hanya bisa menulis surat ke orangtuanya sampi berlembar-lembar.

Sekarang saat sudah ada telepon dan videocall, lebih mudah saling menjaga kontak saat kangen dengan anak-anak. Sekadar menelepon sudah bahagia rasanya. Untuk anak-anak yang kuliah, fokuslah belajar dulu sampai menjadi berhasil.

Menurutnya juga, anak tidaklah pernah berhutang budi kepada orangtua. Adalah kewajiban orangtua untuk menghidupi dan membesarkan anak, namun ketika mereka dewasa, tidaklah ada kewajiban untuk ‘balas budi’ menghidupi orangtua di kemudian hari. Namun bagaimana kita sebagai anak menjaga  kontak dengan orangtua adalah yang terpenting karena itulah yang diharapkan oleh orangtua.

Lebih lengkapnya, diskusi mengenai empty nest syndrome ini dapat disaksikan pada tautan berikut:

Penulis: Aini Hanafiah, tinggal di Norwegia (akun IG: aini_hanafiah)

(IG LIVE) RUANITA Bagikan Tema Kawin Campur yang Berbeda kepada Pendengar Radio RRI Pro 1 FM

Di bulan September 2022 ini RUANITA menggelar Media Tour ke berbagai radio dan majalah di Jakarta dan Bali. Tim RUANITA diwakili oleh Anna Knöbl dan Yenni Connell. Melalui buku Cinta Tanpa Batas yang menjadi produk RUANITA untuk membagikan kisah kawin campur yang berbeda.

Bincang-bincang pagi di RRI Pro 1 FM ini dipandu oleh Nova di studio RRI, Jakarta. Diawali dengan penjelasan profil RUANITA, Anna menegaskan sebagai social support system di mancanegara. Bahkan Anna mengakui sebagian besar dia belum pernah bertemu muka dengan volunteers atau penerima manfaat RUANITA, termasuk 25 perempuan penulis di buku ini.

Nova sebagai penyiar telah mengajak pendengar RRI Pro 1 FM untuk mengenal lebih jauh, siapa dan di mana saja para penerima manfaat RUANITA. Anna menegaskan bahwa ini sebagai wadah kolektif dari mereka yang berbagi cerita, ilmu dan praktik baik melalui platforma teknologi. Melalui RUANITA, Anna berharap orang Indonesia tidak lagi merasa sendirian dalam mengatasi permasalahannya di luar negeri.

Buku Cinta Tanpa Batas ditulis dari kisah nyata oleh 25 perempuan di 12 negara. Melalui buku ini, Anna ingin menjelaskan untuk tidak meromantisasi pernikahan dengan Warga Negara Asing atau memandang sebelah mata tentang kawin campur. Buku ini memiliki kekuatan tentang tema yang dianggap tabu dan tak banyak diketahui publik seperti KDRT, diskriminasi, perpisahan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Lessons Learned.

Bagi mereka yang sedang menyiapkan pernikahan dengan warga negara asing, kita perlu mempelajari dulu budaya dan bahasa yang menjadi asal negara pasangan hidupnya. Pesan yang kuat dari buku ini adalah perempuan perlu memahami hak yang diperoleh setelah menikah dengan pria WNA agar tahu hukum yang sedang berlaku.

Yenni juga menceritakan bahwa kebahagiaan itu tak mengenal usia seperti bagaimana pertemuannya dengan suami saat usianya sudah memasuki 53 tahun. Lewat aplikasi kencan online, Yenni ingin membagikan saran untuk terhindar dari penipuan dan kepalsuan cinta.

Sebenarnya ada banyak benturan budaya yang dihadapi perempuan Indonesia saat menikahi pria WNA. Oleh karena itu bekal informasi seperti budaya dan bahasa lokal akan sangat membantu untuk beradaptasi di negara suami.

Tak banyak orang Indonesia yang akan menetap di luar negeri memahami hak yang diperoleh sebagai isteri/suami, pekerja, pelajar dan sebagainya. Perhatikan hukum-hukum di negara tujuan dan hak yang diperoleh seperti hak kursus bahasa asing gratis, hak bekerja dll.

Untuk menyaksikan siaran ulangnya, silakan disimak lewat tayangan berikut:

(IG LIVE) Kenali Jebakan Hubungan Gaslighting yang Berbahaya

RUANITA menyelenggarakan program IG Live setiap bulan dengan durasi selama 30-45 menit. IG Live Episode Agustus 2022 dibawakan oleh Natasha Hartanto, seorang WNI yang telah menyelesaikan studi di Jerman kemudian menetap di Jerman.

Natasha via akun IG@ruanita.indonesia akan memandu diskusi virtual bertema Gaslighting yang umumnya tidak dipahami oleh mereka yang sedang terjebak di dalamnya.

Fenomena Gaslighting tidak banyak dipahami ketika seseorang mulai merasa rapuh, merasa bersalah, hingga merasa tidak waras lagi akibat perilaku Gaslighting yang sudah memanipulasi hubungan mereka selama ini.

Gaslighting adalah bagian dari bentuk perilaku Psychological Abuse yang kemudian akan dijelaskan dengan baik oleh narasumber IG Live kali ini. RUANITA telah mengundang Anita Kristina, seorang Psikolog Klinis dan juga founder dari IRIS.

Lewat akun IG: @iris_harapan, Anita memperkenalkan IRIS sebagai wadah yang memberikan pendampingan bagi para korban KDRT untuk berdaya dan bangkit menjadi dirinya sendiri.

Follow akun: ruanita.indonesia

Untuk mendalami Gaslighting, Anita menjelaskan istilah ini yang sebenarnya menjadi populer belakangan ini. Istilah ini diambil dari suatu film yang terinspirasi dari lampu gas yang dimainkan suami untuk memanipulasi keyakinan istri.

Film yang tayang pada tahun 1938 ini kemudian berhasil membuat si istri menjadi rapuh dan kerap disangkal oleh suami berulang kali lewat permainan lampu gas.

Anita menjelaskan bahwa cara mengenali jebakan hubungan Gaslighting: (1). Pelaku menyangkal keyakinan korban dan merasa lupa apa yang sebenarnya terjadi; (2). Pelaku meremehkan apa yang dirasakan atau apa yang diyakini korban. Pelaku membuat korban mempertanyakan kebenaran bahkan kewarasan korban. Pelaku melakukannya dengan halus bahkan menggunakan siasat Love Bombing seperti pujian dan kata-kata cinta sehingga korban menjadi ragu dan bingung. Siasat ini membuat korban merasa bersalah dan kebingungan.

Perilaku Gaslighting seperti konsisten “menyerang” pijakan korban seperti konsep diri, kompetensi, keyakinannya yang berulang-ulang sehingga membuat korban pun rapuh, bahkan ada yang berujung pada petaka. Tujuan dari pelaku adalah melemahkan korban sehingga korban bergantung pada pelaku.

Anita menyarankan jika adalah korban, maka kita bisa melakukan empat poin berikut: (1). Agree to Disagree: Kita tetap yakin terhadap apa yang kita percayai meskipun pelaku kerap menyangkal. (2). Kita tidak menggubris apa yang diperbuat pelaku. (3). Mencari validasi dari Significant Others seperti teman, orang tua, yang mengenal kita dengan baik. (4). Mencari bantuan profesional agar bisa keluar dari jebakan hubungan Gaslighting.

Lebih lengkap diskusi virtual kami tersebut bisa disimak dalam saluran YouTube berikut: