(RUMPITA) Menembus Batas: Perjalanan Karir Menjadi Perancang Perhiasan Internasional

Di episode ke-13 kali ini, Podcast Rumpita yang dipandu oleh Nadia dan Fadni kedatangan narasumber seorang perancang perhiasan Indonesia yang sedang bermukim di Italia, Amelia Rachim.

Amelia Rachim memutuskan menjadi seorang perancang perhiasan ketika dirinya bekerja praktek di Bali setelah lulus dari jurusan Desain Produk FSRD ITB, dan pada tahun 2008 ia mendapat beasiswa Master di bidang Jewellery Engineering di Politecnico di Torino Italia.

Pada tahun 2011 ia mendapatkan penghargaan sebagai pemenang termuda kompetisi perhiasan yang diadakan oleh Breil, sebuah merk Italia terkemuka untuk jam dan perhiasan. Tidak hanya menang beberapa kompetisi Internasional. Perhiasan rancangan Amelia juga dipakai oleh artis ternama internasional seperti Anggun C. Sasmi dan juga Kristin Chenoweth.

Menjalani kuliah master di Italia, Amelia mengalami tantangan terbesar ketika dirinya juga harus mempelajari sifat dan daya lebur logam dari sisi kimia dan fisika, dan tidak semata-mata hanya dari sudut pandang seninya saja.

Amelia juga menjelaskan tentang karakteristik emas sebagai logam dan tingkat karatnya, dimana semakin tinggi tingkat karat emas maka kemungkinan emas mudah bengkok akan tinggi.

Ketika berbicara tentang desain, desain perhiasan Amelia sendiri terinspirasi oleh filosofi Indonesia dan itu menjadi ciri khas Amelia yang telah dikenal oleh para kliennya.

Ia menambahkan bahwa market internasional sangat menyukai cerita atau makna filosofis dibalik sebuah perhiasan, oleh karena itu yang akan membuat desainer semakin dihargai dan desainnya dihargai lebih tinggi.

Dalam podcast ini Amelia berbagi tips untuk meraih kesuksesan sebagai perancang perhiasan. Menurutnya untuk menjadi seorang perancang perhiasan sangat dibutuhkan persistensi, kesabaran yang tinggi, dan selalu mengasah jiwa kreatif dengan bersekolah di sekolah seni. Rajin mengikuti lomba juga akan menambah wawasan tentang trend masa kini yang ditunjukkan oleh para peserta desain lainnya.

Tidak hanya kesuksesan, Amelia juga berbagi tentang jatuh bangunnya sebagai seorang perancang perhiasan Indonesia yang bermukim di Italia.

Jika Sahabat Rumpita ingin mengetahui ceritanya lebih lanjut dan topik seru lainnya dengan Amelia, silahkan putar podcast episode kali ini.

(RUMPITA) Menghidupkan Nilai-Nilai Kartini di Perantauan

Melanjutkan episode di bulan April, Nadia dan Fadni sebagai Host RUMPITA mengundang salah satu sahabat RUANITA yang tinggal di Norwegia. Tema yang dibahas kali ini bertepatan dengan Hari Kartini, yang diperingati setiap 21 April di Indonesia.

Hari Kartini yang dulu di Indonesia dirayakan ternyata masih dikenang oleh kebanyakan perempuan Indonesia yang kini telah tinggal di perantauan, di luar Indonesia. Menurut Aini, dahulu selebrasi perayaan Kartini lebih pada penempatan perempuan pada sektor domestik seperti lomba memasak atau berbusana.

Follow us ruanita.indonesia

Aini berpendapat bahwa sosok Ibu Kartini di masanya adalah tokoh visioner yang mampu menginspirasi perempuan lainnya dengan menggerakkan konsep sisterhood. Justru Ibu Kartini telah menanamkan nilai-nilai agar perempuan membebaskan dari nilai-nilai tradisional agar tidak terkekang.

Aini juga heran mengapa hanya Ibu Kartini yang lebih banyak diunggulkan sebagai tokoh pahlawan perempuan. Dia menyebutkan ada banyak tokoh pahlawan perempuan lainnya yang juga menorehkan sejarah bangsa Indonesia, tetapi mengapa hanya Ibu Kartini yang tampak ketika kita masih di Indonesia untuk merayakannya.

Nilai-nilai Ibu Kartini di masa kini justru semakin menguatkan peran perempuan dalam tantangan masa kini. Perempuan tidak meninggalkan peran domestik tetapi perempuan berhasil mengambil peran ganda atau multitasking. Namun perempuan sendiri masih dihadapkan dilema untuk mandiri seperti mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

Pengasuhan pun sangat berdampak untuk menghidupkan nilai-nilai Ibu Kartini di perantauan. Untuk perempuan yang berperan sebagai ibu seperti Aini atau bakal ibu seperti Nadia dan Fadni tentu tantangannya berbeda lagi. Apalagi anak-anak mereka dihadapkan pada values yang berbeda sekali dengan Indonesia, termasuk tentang sejarah bangsa Indonesia sendiri.

Aini mencontohkan bagaimana peran ibu bisa tetap mengajarkan ke anak-anak tentang values dan sejarah bangsa Indonesia lewat berbagai media kekinian. Selain itu perempuan Indonesia di perantauan tetap bisa menjadi role model untuk mengambil bagian dari peran masing-masing di perantauan seperti mahasiswi, akademisi, ibu, karyawati atau apapun peran yang disematkan ke kita.

Simak keseruan obrolan mereka dalam diskusi Podcast berikut ini

(RUMPITA) Perempuan, Konsumtifitas, dan Lingkungan

RUMPITA – Rumpi bersama RUANITA yang menjadi program Podcast di Episode 11 ini membahas tema yang berkaitan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret tiap tahunnya. Untuk membahas lebih detil, Tim RUMPITA yang terdiri atas Nadia, Fadni, dan Alvina mengundang seorang Sahabat RUANITA yang tinggal di Berlin, Jerman yakni Vina Aulia.

Perempuan dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidupnya untuk memenuhi tuntutan sosial seperti gaya hidup, tekanan peer-groups, mode fashion, dan lainnya. Vina Aulia bercerita tentang bagaimana perempuan di Indonesia mendapatkan tawaran mencoba produk baru dari lingkungan pertemanan, yang kadang belum tentu mudah untuk menerima perubahan gaya hidup tersebut. Misalnya, kelompok arisan yang memberikan iming-iming produk elektronik terbaru sehingga membuat perempuan “terpaksa” mengikutinya

Tim RUMPITA dan Vina Aulia menyetujui kalau mereka tinggal di Jerman masih berpikir tanggung jawab sosial dan moral ketika mereka harus mengikuti tren gaya hidup. Contoh yang dimaksud Vina Aulia seperti Fast Fashion yang bergerak cepat untuk memenuhi gaya hidup. Sementara Vina berpikir tentang bagaimana upah yang diberikan kepada pekerja dengan pakaian yang murah tersebut. Belum lagi masalah lingkungan yang ditimbulkan dari akibat perilaku konsumtif sebagai akibat tidak langsung dari Fast Fashion.

Follow us ruanita.indonesia

Nadia mengamini kalau harga murah memang memikat orang berperilaku konsumtif, tetapi tanggung jawab sosial dan moral harus menjadi pertimbangan demi keberlanjutan dunia yang lebih layak. Seperti yang disampaikan Nadia, Fadni juga menyetujui tentang pertimbangan lingkungan, sosial, dan moral dalam memenuhi tuntutan gaya hidup apalagi Fadni memang memiliki usaha yang bergerak di bidang fesyen.

Saran Vina Aulia untuk mengurangi perilaku konsumtif, kita perlu mengedukasi diri sendiri agar dapat memahami pentingnya tanggung jawab sosial dan moral dalam mengikuti gaya hidup. Kita perlu berpikir ulang tentang prioritas barang ketika ingin dibeli sehingga tidak sekedar memenuhi tuntutan gaya hidup saja. Kedua, kita cari tahu lebih banyak tentang produk ini termasuk apakah perusahaan yang memproduksinya benar-benar memperhatikan tanggung jawab sosial, moral, dan lingkungan.

Lebih lanjut tentang RUMPITA Episode 11 ini, silakan mendengarkan diskusi seru mereka berikut ini:

(RUMPITA) Jatuh Cinta (lagi) dengan Bahasa Ibu

Episode kesepuluh di Februari 2023 ini adalah membicarakan bahasa ibu yang akan dirayakan pada Hari Bahasa Ibu Internasional pada 21 Februari nanti. Bagaimana pun Bahasa Ibu adalah bahasa pertama kita mengenal dunia dan pengetahuan pertama kali. Host program Podcast: Nadia, Fadni dan Alvina yang sedang menempuh studi pasca sarjana di Jerman ini berbagi celoteh seputar pengalaman berbahasa.

Sebagai orang Indonesia yang jauh dari perantauan, Fadni, Nadia dan Alvina membicarakan bagaimana pengalaman mereka dalam belajar bahasa asing. Kehidupan sehari-hari tentunya mereka mendengar dan berbicara dalam bahasa asing. Mereka bercerita bagaimana mereka belajar pertama kali bahasa asing tersebut.

Follow kami: ruanita.indonesia

Bahasa menjadi alat berkomunikasi antar sesama satu sama lainnya. Sayangnya saat berada di negeri jauh dari tanah air, banyak orang yang merasa malu dan tidak lagi menggunakan Bahasa Ibu. Alasannya bermacam-macam seperti terkesan kuno, tidak moderen hingga menggangap Bahasa Ibu tidak layak lagi digunakan di negeri asing.

Momen bulan Februari yang dipandang sebagian orang sebagai bulan penuh cinta. Nadia, Fadni dan Alvina mengajak Sahabat RUANITA untuk mencintai kembali Bahasa Ibu sebagai cerminan asal usul identitas kita.

Indonesia sendiri memiliki lebih dari 700-an bahasa daerah yang bermacam-macam yang sebenarnya membuat kita bangga. Menjadi duta bangsa di luar negeri tidak harus berlebihan dengan prestasi, cukup berperilaku baik dan bangga berbahasa ibu yang menunjukkan jati diri kita.

Semua bahasa di dunia itu penting. Sebelum kita mengenal berbagai bahasa asing lainnya, Bahasa Ibu adalah cara kita mengenal dunia pertama kali. Ayo, jangan malu berbahasa ibu di mana pun kalian berada!

Simak celoteh RUMPITA selengkapnya berikut ini:

(RUMPITA) Suasana Natal dan Liburan Telah Tiba

Pada episode Podcast – RUMPITA – bulan Desember 2022 membahas tentang liburan yang mulai terasa di Jerman karena sudah memasuki akhir tahun. Suasana akhir tahun di negeri empat musim memang terasa romantis, apalagi cuaca di Jerman kali ini memang sedang dihujani salju dan suhu yang dingin sekali.

Celoteh Nadia dan Fadni sebagai mahasiswa di Jerman diawali dari pengalaman mereka membayangkan liburan di negeri empat musim seperti film dan buku yang mereka baca saat masih di Indonesia. Fadni menceritakan bagaimana orang-orang Jerman merayakan Advent sebagai tradisi jelang Natal.

Meskipun Nadia dan Fadni tidak merayakan Natal tetapi mereka berdua mampu menceritakan dengan baik pengalaman mereka tentang keseharian orang Jerman mempersiapkan hari raya tersebut. Bahkan Nadia bisa membedakan bahwa tiap region di Jerman punya kebiasaan berbeda saat memikmati momen makan malam 24 Desember tersebut.

Nadia yang tinggal di Jerman belahan utara berpendapat masyarakat di sekitarnya biasa menyiapkan ikan. Fadni berpendapat di Berlin biasanya menyiapkan bebek untuk keluarganya.

Follow akun IG @ruanita.indonesia

Selain merayakan Advent, dekorasi Natal seperti pohon Natal mulai dijajakan di supermarket. Nadia dan Fadni yang memulai tinggal di Jerman saat di Studienkollege, merasakan bagaimana suasana gembira dirayakan orang-orang di Jerman di sekitarnya. Natal di Jerman.

Cerita Nadia dan Fadni yang menceritakan bagaimana mereka beradaptasi dengan tradisi orang-orang Jerman seperti Adventkalender, Nikolaustag, Sinterklas, Pohon Natal dan Tukar Kado. Fadni pun menjelaskan bagaimana budaya anak-anak di Jerman menantikan Sinterklas jelang Natal.

Bagaimana cerita mereka berdua mengamati tradisi orang-orang Jerman? Simak yuk dalam Podcast berikut ini:

(RUMPITA) Penghematan Besar-besaran Memasuki Musim Dingin

Episode Podcast Rumpi bersama Ruanita – Rumpita – kali ini membahas tentang dampak inflasi terhadap kehidupan mahasiswa di Jerman.

Adalah Nadia dan Fadni yang menjadi Host Podcast milik RUANITA yang membahas serba-serbi kehidupan para mahasiswa di tanah rantau.

Mereka berdua telah hampir 10 tahun tinggal di Jerman sebagai pelajar yang kini sedang menempuh studi Pascasarjana di Jerman.

Fadni yang tinggal di Berlin, Jerman pernah merasakan getirnya kenaikan harga sewa flat karena setiap tahun selalu ada kenaikan.

Fadni bercerita bahwa per September 2022 harus menghemat energi sehingga harus menjadi perhatian semua penyewa gedung, termasuk musim dingin ini adalah bagaimana kita memakai penghangat ruangan.

Kiat Nadia dan Fadni juga bisa diterapkan untuk mahasiswa yang tinggal di negeri empat musim. Dampak kenaikan harga pangan dan listrik juga mempengaruhi gaya hidup seperti sembako, penggunaan sepeda atau penggunaan barang-barang elektronik di rumah.

Pengaruh harga listrik telah berdampak pada kehidupan sehari-hari para mahasiswa yang ada di benua biru seperti Jerman.

Perilaku berhemat tidak hanya menguntungkan kocek sendiri melainkan juga gaya hidup sebagian besar orang-orang Jerman yang sudah mulai mengikat ikat pinggang.

Bagaimana celoteh Nadia dan Fadni tentang dampak inflasi terhadap kehidupan mereka? Bagaimana kiat-kiat mereka mengatasi tantangan hidup berhemat di tengah musim dingin?

Simak yuks di Podcast RUMPITA berikut ini:

(RUMPITA) Warna-warni Musim Gugur di Bulan Oktober

Pada episode berikut dari RUMPITA – Rumpi bareng RUANITA – yang dibawakan oleh Nadia dan Fadni mengambil tema tentang bulan Oktober yang menjadi favorit mereka berdua.

Pasalnya keduanya merayakan hari ulang tahun di bulan ini. Mereka pun berdua menceritakan bagaimana awal mulanya mereka saling mengenal hingga mengetahui tanggal ulang tahun masing-masing.

Mungkinkah cerita pertemuan mereka yang tak sengaja di Jerman seperti kisah kalian yang juga tanpa sengaja sebenarnya sudah dekat, hanya saja tidak menyadarinya.

Bulan Oktober tidak hanya persoalan perayaan ulang tahun mereka saja, tetapi mereka juga menceritakan pengalaman mereka di musim gugur.

Musim gugur memiliki suka duka tersendiri bagi Nadia dan Fadni yang sudah lama tinggal di Jerman lebih dari 5 tahun.

Seperti Fadni, dia menceritakan bagaimana dia beradaptasi dengan suasana musim gugur yang kadang membuat musim angin dan cuaca yang tak menentu.

Suasana yang melow ini tentu membuat keduanya mengalami perubahan suasana hati.

Simak juga pengalaman Nadia dan Fadni yang berbagi tips makanan dan minuman yang biasa mereka nikmati di musim gugur.

Bagaimana kiat mereka berdua dalam menjalani hari-hari di musim gugur sebagai mahasiswa pascasarjana di Jerman? Atau bagaimana mereka mengatasi rasa rindu Indonesia saat berada di Jerman di musim gugur ini?

(RUMPITA) Jauh Di Mata, Susah Di Dompet

Episode ke-6 Podcast Rumpita ini – Nadia dan Fadni – dimulai dari nostalgia jelang persiapan acara Tujuhbelasan yang dulu mereka ikuti saat masih di Indonesia. Kini mereka menetap di Jerman selama satu dekade yang berawal dari studi sarjana mereka. Suka duka sebagai mahasiswa di tanah rantau dibahas oleh Fadni dan Nadia.

Cerita nostalgia, rindu tanah air mereka berawal dari bagaimana mereka menghias sekitar rumah tinggal, perlombaan Tujuhbelasan dan kemeriahan yang tak dijumpai di luar Indonesia. Namun apakah kemeriahan itu juga diperoleh saat mereka di negeri perantauan?

Mereka bertutur perasaan jauh dari kehidupan keluarga dan teman-teman di Indonesia. Jarak yang terbentang antara Jerman – Indonesia terkadang membuat kesepian, kerinduan dan kesedihan yang dialami oleh Nadia dan Fadni. Nadia perlu juga pertimbangkan bahwa biaya yang tak mudah dan murah untuk pulang-pergi Indonesia untuk melepas perasaan-perasaan tersebut.

Follow akun Instagram: ruanita.indonesia

Indonesia yang letaknya di ribuan kilometer terasa jauh saat kita berada di perantauan, seperti yang dirasakan Nadia dan Fadni, apalagi mereka adalah mahasiswa. Tahun-tahun perjuangan di Jerman begitu sulit dan panjang saat kita begitu kesulitan untuk membeli tiket pesawat pulang-pergi hanya untuk melepas kerinduan pada keluarga.

Sebagai orang yang dekat dengan keluarga, Nadia dan Fadni merasa iri melihat kebersamaan orang-orang sekitar yang bisa berkumpul bersama keluarga. Membangun impian di negeri orang terkadang membuat kita merindukan tanah air. Bagaimana kelanjutan celoteh Nadia dan Fadni pada episode ke-6?

Simak selengkapnya di saluran berikut:

Follow podcast kami ya!

(RUMPITA) Semua Demi Visa

Sahabat Ruanita, episode kelima dari Rumpita (=Rumpi bersama Ruanita) adalah seputar pengalaman Nadia dan Fadni sebagai mahasiswa yang studi di Jerman dalam memperpanjang Visa sebagai ijin tinggal bagi WNI di luar negeri. Bemula dari cerita Nadia mengurus perpanjangan Visa sementara saat pandemi melanda dunia dua tahun lalu.

Baik Nadia maupun Fadni kini sedang menempuh program Pascasarjana di Jerman setelah mereka lulus sarjana di Jerman. Syarat untuk perpanjangan Visa Studi di Jerman menurut Nadia adalah punya tabungan sekitar 10 ribu Euro, keterangan status ijin tinggal seperti mahasiswa, kerja, dll., kontrak rumah di Jerman dan surat keterangan tempat tinggal.

Sebagai mahasiswa di luar negeri, tiap orang punya kisah masing-masing yang menarik dan tak mudah untuk dijalani. Bagaimana pengalaman Nadia dan Fadni mengurus perpanjangan Visa sebagai mahasiswa di Jerman? Ada juga tips Nadia dan Fadni yang bisa membantu untuk perpanjangan Visa. Simak cerita mereka di saluran berikut:

(RUMPITA) Rasanya Kuliah di Luar Negeri

Nadia dan Fadni adalah mahasiswa Pascasarjana yang kini belajar di Jerman. Berawal dari impian mereka ingin kuliah di Jerman, mereka mulai studi sarjana di Jerman kemudian melanjutkan lagi studi sambil mencari peluang pekerjaan.

Nadia sendiri bercerita bahwa biaya kuliah berawal dari pemberian orang tua, hingga akhirnya dia sendiri harus mencari cara agar bisa mandiri dan mencoba berbagai peruntungan di Jerman.

Sebagai informasi, kuliah di Jerman tidak selalu bergantung pada daftar kehadiran mahasiswa. Namun ini menjadi kendala Nadia ketika dia mendapatkan pekerjaan sampingan yang tidak bisa serta merta menjadi fleksibel untuk mengatur jadwal kuliah.

Di tempat studi Nadia, daftar hadir mahasiswa itu wajib diperhatikan sehingga mahasiswa yang ingin kuliah sambil kerja perlu memperhatikan hal ini.

Nadia mengalami betapa beratnya harus kuliah sambil bekerja di Jerman. Istilah “Kuliah atau Kuli, Ah” menjadi julukan disematkan ketika mahasiswa berusaha mandiri untuk mencukupi biaya hidup di luar negeri.

Nadia menjelaskan bahwa mahasiwa di Jerman bisa bekerja dengan standar upah 450€ per bulan yang tidak kena potongan pajak. Mahasiswa juga perlu memperhatikan jumlah jam kerja yang disyaratkan, sehingga mahasiswa tidak boleh melebihi aturan tersebut.

Sementara Fadni bersyukur bahwa biaya kuliah ditanggung oleh orang tua tetapi Fadni tetap berusaha mencari mini jobs untuk melihat peluang liburan ke negeri tetangga.

Fadni menggambarkan pengalaman kerja yang kerap tak menetap, sekitar 1 bulan, 3 bulan bahkan pernah 1 tahun. Pengalaman menarik ketika Fadni harus bekerja sebagai Houskeeper di hotel dimana selama ini Fadni hanya sebagai tamu di hotel.

Sebagai pekerja hotel, Fadni akhirnya memutuskan berhenti bekerja. Dia harus banyak bekerja di hari Sabtu dan Minggu terutama pengalaman Fadni yang tidak nyaman dan tak enak untuk membersihkan kamar mandi dan kamar tidur tamu hotel.

Pengalaman kerja yang membuat stres untuk Fadni adalah mengantarkan makanan ke pelanggan, terutama saat jam makan tiba. Pekerjaan itu membuat sangat hectic, apalagi di area kota besar seperti Berlin.

Pekerjaan demi pekerjaan ditekuni Fadni dan Nadia dengan harapan melatih kemandirian mereka selama berada di luar negeri.

Bagaimana pun pekerjaan tersebut melatih mental mereka untuk tidak bergantung pada orang tua dan menghadapi suka duka berhadapan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Belum lagi muncul berbagai streotype Nadia dan Fadni yang berasal dari Asia, yang dianggap sebagai pekerja penurut.

Bagaimana kisah pengalaman mereka yang sedang kuliah sambil bekerja di Jerman?