(AISIYU) Cerita Penyintas dari Turki

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Turki

2. Kutipan favorit

Perempuan harus punya prinsip dalam situasi apa pun.

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Secara fisik, aku tidak mengalaminya tetapi mantan suamiku mengatai aku dengan kata-kata kasar seperti: Stupid, Bodoh. Setiap aku berantem dengan dia, dia selalu mengusirku dan tinggalkan rumah. Dia berkata: “I don’t wanna see you anymore.” 

Pria Turki ini ingin aku sebagai perempuan tunduk, apalagi kalau kita berantem. Dia sering mengomel padaku dan itu membuatku marah. Karena sering diusir keluar rumah, aku pun tak kembali ke rumah pada saat jam 11 malam. Secara kebetulan, aku tak bawa kunci rumah. 

Apa yang membuatku sakit hati, dia berucap bahwa dia tidak ingin melihat aku di rumah. Sejak itu, dia mengirimkan surat dan barang-barangku yang ada di rumah dia ke tempat penampungan sementaraku. Hal yang membuatku sakit hati, dia melempar barang-barangku keluar dari taksi dan meludahi aku.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Saya sadar bahwa rumah tangga itu mengalami problem pasang surut, tetapi saya tidak terima dengan kata-kata kasar. Saya sudah bersikap toleransi dengan sikap dia.

Saya putuskan untuk keluar dari situasi kekerasan karena dia tidak bisa memenuhi kebutuhan agama, tidak mampu menafkahi saya dan tidak memberikan saya kebebasan.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Saya tidak memiliki trauma sih hanya saya bersikap hati-hati untuk membangun relasi baru. Saya menganggap semua laki-laki sama saja, tetapi saya tidak ingin terlibat dalam hubungan serius.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

*Pastikan dulu keluarga pasangan hidup seperti apa latar belakangnya yang membesarkan.

*Siap dengan perbedaan kultur yang berbeda misal: perempuan berkarir harus siap menghadapi konsekuensinya setelah menikah.

*Belajar mencintai diri sendiri.

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Belanda

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Belanda

2. Kutipan favorit

Justice is about making sure that being polite is not the same with being quiet. In fact, often times, the most righteous thing you can do is shake the table (Alexandria Ocasio-Cortez).

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Sebenarnya sudah ada tanda-tanda dari dia yang bersikap temperamental yang ditunjukkan dari dia sejak berpacaran. Saya sudah merespon dengan menegur dia: “Kamu kok kasar dan orang tua saya tidak pernah bersikap di situ.” Saya sudah beri peringatan ke dia kalau kamu bersikap kasar lagi, saya akan meninggalkan kami. 

Ada sisi manipulatifnya yang membuat saya luluh dan akhirnya memutuskan untuk menikah dengan dia karena dia tampak berubah. Menurut saya, tidak ada abusive yang tiba-tiba. Bermula dari verbal abuse  kemudian kekerasan fisik ditunjukkan pada saat kami menikah. 

Pertama, dia mau memukul saya. Bersyukurlah, pukulan dia tidak sampai mengenai saya. Kedua, dia berusaha lagi memukul saya dan itu membuat saya trauma dan tidak ingin bersama lagi. Saya sendiri tidak pernah bersikap kasar atau berkata yang merendahkan dia sementara dia menghendaki perempuan yang penurut. 

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Saat anak berumur 1 tahun, dia mulai menunjukkan gelagat untuk bercerai tetapi kami masih ingin bertahan. Setelah satu tahun saya pulang dari Indonesia ke Belanda, suami menunjukkan perubahan ke saya termasuk sikap dia berselingkuh dari saya selama saya di Indonesia. 

Di situ saya memutuskan untuk bercerai dari dia, apalagi dia mengancam akan memukul saya ketika saya membahas perempuan lain. Dia tidak segan-segan memukul di hadapan anak saya dan dia kerap berkata kasar ke saya. Selain itu, dia juga tidak pernah mengunjungi anak saya ketika saya sudah mulai pindah ke kota lain di Belanda padahal dia masih tinggal di Belanda. 

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Saya berusaha untuk keluar dari lingkaran kekerasan tersebut dengan cara melakukan aktivitas spiritualitas dan sibuk mengurus anak. Meskipun saya saat ini masih trauma ketika misalnya ada pria yang mendekati saya sambil berkata kasar atau berusaha menjalin hubungan dengan pria yang baru. 

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

*You should not afraid to be happy. Semua orang berhak bahagia.

*Hidup selalu penuh kesempatan. Jika pernikahan itu gagal, apapun alasannya, selalu ada kemungkinan untuk menemukan kebahagiaan.

*Belajar mencintai diri sendiri.

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Denmark

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Denmark

2. Kutipan favorit

 “Don’t let yourself living in violence even for 1 minute. Run, save your live!”

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Pengalaman menjadi korban kekerasan. Aku pilih kata “pengalaman buruk”.

Kekerasan fisik dan psikis yg dilakukan oleh suami terhadap istri terjadi secara sistematis dan perlahan. Ex ku, setelah kami menikah 3 bulan  mulai  menggerogoti rasa percaya diriku, contohnya dia bilang: “mukamu pucat, coba make up mu perbaiki”. Lainnya dia pernah cubit perutku dan bilang “Ini apa, kok kamu gendut.” Terakhir juga dia pernah bilang: “Kamu tak secantik kita baru ketemu.”

Lama-lama ex-ku mulai mendorong aku kalau dia marah. Setelah dia marah, dia akan menyalahkan aku karena membuat dia marah. Untuk menghentikannya, aku minta maaf dan berjanji tidak bikin dia marah lagi. Unbelievable?

Lama-lama dia membuat aku percaya bahwa akulah yang bodoh selalu bikin dia marah. Dia marah karena aku tak mengerti kultur Denmark,  gaya hidup orang Denmark, dll. Intinya akulah yang salah bukan dia yang memukul aku yang salah.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Aku bertahan tujuh tahun hidup dengan ex-ku karena aku mau menunggu dapat permanent residence di Denmark baru pergi tinggalkan dia. Selama 7 tahun itu, aku persiapkan diri mulai dari sekolah bahasa, kuliah lagi, kerja dan apply permanent residence. Di saat aku tunggu permanent residence dia semakin parah kadar memukulnya sampai aku cedera.

Setelah itu, aku putuskan pergi dan tidak mau menunggu permanent residence di tangan. Sebelum menikah aku punya rumah di Jakarta. Rumah itu kujual dan uangnya aku masukkan ke account yang dia bilang, joint account. Ternyata account itu atas nama dia sendiri. Aku hanya punya kartu debit. Jadi aku stay dengan dia karena aku tak punya apapun lagi di Indonesia.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Dokterku dan psikolog sangat membantu. Juga bantuan teman-temanku

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Jangan pernah percaya laki-laki yang memukul akan berubah.

Jangan terlalu percaya diri kalau kamu bisa merubah keadaan atau perlakuan suami.

Ingat, sekali laki-laki bikin kamu menangis, dia akan bikin kamu menangis seumur hidup kalau kamu masih tinggal dengan dia

Jangan pernah percaya bahwa kamulah yang salah sehingga kamu dipukul

Jangan pernah percaya bahwa kamulah yang bodoh dan tidak bisa mengikuti cara hidup suami

Jangan pernah mau hidup dengan pemabuk

Jangan menyalahkan diri sendiri atau cari pembenaran terhadap perlakuan suami. Stres atau pengalaman masa lalu bukan alasan untuk memukul perempuan

Jangan malu minta bantuan. Tapi ingat, mintalah bantuan hanya kepada orang atau instansi yang bisa menolongmu. Semakin sedikit orang tahu masalahmu, semakin baik. Tidak perlu merumpikan suami ke teman-teman yang cuma bisa dengar.

Persiapkan dirimu untuk pergi dari suamimu. Cari kerja mandiri. Cari rumah, pindah sewaktu dia tidak di rumah. Minta alamat dan nomor hape dirahasiakan. Bilang ke tempat kerja bahwa namamu tak perlu ditampilkan di website tempat kerja

Jangan ikut media sosial apalagi pakai nama sendiri

Bangun network-mu dengan orang lokal. Teman sebangsa belum tentu ada manfaat nya untuk hidup di Eropa

Ingat kamu tidak wajib mempertahankan perkawinan kalau kamu tak bahagia. Cerai bukan dosa, bukan hal yang memalukan.

Percaya bahwa banyak laki-laki baik. Sial saja ketemu yang jahat. Jadi cari pasangan baru!

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Jerman

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Jerman

2. Kutipan favorit

Hang in there, strong woman. Hard times don’t last forever. Life moves on. And so will you.

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Berawal dari suami yang meminta cerai, saya mendapatkan tekanan mental dari suami dan orang tua nya. Memang saya tidak mengalami kekerasan fisik tapi kekerasan psikis yang hampir membuat saya untuk mengakhiri hidup saya. Kata-kata yang diucapkan suami dan ibu mertua saat itu, membuat saya, sampai dengan hari ini pun masih berusaha kembali untuk membangkitkan kepercayaan diri saya. 

Saya tidak pernah menyangka bahwa orang-orang yang saya kira sangat menyayangi dan melindungi saya, ternyata adalah orang-orang yang paling menyakiti saya. 

Pada hari itu, semua berbalik 180 derajat. Yang dulu mereka bilang saya adalah wanita cantik, pandai, rajin, tahu cara merawat suami dan rumah, berbalik menjadi wanita “jahat”, wanita pemalas wanita penyakitan, wanita bodoh.

Bahkan mereka bilang, tidak akan ada orang di Jerman yang mau mempekerjakan saya.

Masih banyak kata-kata menyakitkan dan penghinaan yang diucapkan suami dan orang tuanya pada saya. 

Kata-kata yang sampai hari ini saya masih sangat jelas di ingatan saya.

Sepanjang umur saya, tidak pernah ada yang mengatakan hal-hal buruk itu kepada saya, tidak juga orangtua kandung saya.

Saya wanita mandiri yang bekerja keras demi mimpi-mimpi saya. Saya bukan wanita yang suka bergantung pada orang lain. Walaupun saya sakit-sakitan, saya tetap menunjukan kepada orang-orang di sekitar saya bahwa saya adalah wanita kuat.

Kepercayaan diri saya runtuh saat itu, merasa diri ini tidak berguna, ketakutan dan tidak berdaya. Saya hampir mengakhiri hidup saya, karena saya merasa apa yang mereka katakan itu benar, dan saat itu saya sendirian.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Di saat-saat kelam itu, saya semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, berdoa setiap saat, menaikan Puji syukur saya kepada Tuhan atas semua yang terjadi, walaupun itu menyakitkan.

Menyerahkan semuanya kepada Dia dan percaya bahwa rancangan Tuhan akan hidup saya tidak pernah buruk. Saya belajar memaafkan suami dan orangtuanya, dan berdoa untuk mereka, walaupun secara manusia, itu sangat menyakitkan.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Saya keluar dari rumah suami saya, pindah ke kota lain, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan teman-teman baru dan memulai kembali semua kegiatan atau hobi yang saya tinggalkan ketika dulu saya menikah dengan suami. Saya mulai membuat rencana hidup, mimpi-mimpi dan goal yang harus saya capai. Saya ingin bertahan hidup di Jerman, saya ingin memulai hidup yang baru. Saya mulai membangkitkan diri saya yang dulu “si wanita mandiri, percaya diri dan keras kepala”. 

Support dari orangtua di Indonesia dan teman-teman baik yang tinggal di berbagai negara, juga support dari atasan dan rekan-rekan kerja di tempat saya bekerja sekarang, mulai menumbuhkan kepercayaan diri saya yang sempat hilang. Tuhan mengirimkan saya banyak orang-orang baik di sekitar saya, seperti yang saya minta kepada Tuhan setiap hari. Bahkan atasan saya berkata “You should be proud of yourself!” Dia mengatakan ini karena dia tahu cerita saya dan kondisi saya pada saat saya bertemu dengan dia. 

Prinsip saya sekarang “Saya perempuan yang kuat. Saya tidak duduk-duduk mengasihani diri sendiri atau membiarkan orang menganiaya saya. Saya tidak menanggapi orang yang mendikte saya atau mencoba menjatuhkan saya. Jika saya jatuh, saya akan bangkit lebih kuat. Saya yang mengendalikan hidup saya dan tidak ada yang tidak bisa saya capai.”

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Untuk wanita-wanita kuat di luar sana yang sedang mengalami kekerasan, jangan takut, bertahan dan tetaplah kuat. Jangan takut untuk meminta bantuan kepada keluarga, teman atau organisasi yang memberikan bantuan kepada perempuan yang mengalami kekerasan.

Kalian harus berani mengambil langkah untuk bertahan. Akan ada banyak orang yang membantu kita, asalkan kita mau, berani dan tidak malu untuk menceritakan masalah kita.

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Indonesia

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Indonesia

2. Kutipan favorit

Setiap perempuan berhak hidup dengan aman, damai dan bebas dari kekerasan.

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Berawal dari perselingkuhan suami yang sudah terjadi dari 8 tahun lalu, yang kemudian membuat kami selalu ribut hampir setiap hari. Puncaknya di suatu malam kami benar-benar ribut besar. Suami menampar pipi saya, saya langsung telepon orang tua saya. Keesokan harinya saya adukan ke mertua juga tetapi sedikit pun mereka tidak membela saya.

Selang beberapa tahun suami saya melakukan KDRT lagi dengan melempar tas ke tubuh saya, dia marah besar karena saya melaporkan perselingkuhannya ke Badan Kepegawaian. Setelah itu, dia pergi dari rumah meninggalkan saya dan anak-anak begitu saja.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Awalnya saya memutuskan untuk tetap bersabar dan bertahan karena posisi saya yang tidak bekerja, masih sangat bergantung masalah financial dan karena memikirkan nasib anak-anak yang masih kecil” masih butuh figur seorang ayah.

Tetapi lama kelamaan kezaliman suami semakin menjadi-jadi. Dari selingkuh sampai delapan tahun, KDRT, kasih nafkah juga sangat amat tidak wajar, padahal penghasilan dia sebagai PNS di Jakarta lumayan besar.

Ketika anak” sudah besar usia 14 tahun dan 11 tahun mereka sudah tidak peduli dengan papa-nya lagi, mereka yang men-support saya supaya segera berpisah dengan papanya.

Karena itu di tahun ini, saya memberanikan diri untuk mengurus perceraian supaya hidup saya bisa lebih tenang, damai, bebas dari kezaliman suami, memiliki status yang jelas, tidak digantung terus menerus, dan bahagia lahir batin.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Semua kesedihan dan penderitaan yang saya alami karena perselingkuhan dan KDRT yang dilakukan suami membuat saya hampir putus asa dan tidak semangat hidup.

Tetapi lama kelamaan saya sadar kalau saya berhak bahagia, laki” seperti itu tidak pantas untuk diratapi dan ditangisi.

Saya berusaha untuk ikhlas, melakukan self-healing, meningkatkan self love, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta Allah swt, dan mengalihkan kesedihan ke hobby atau aktivitas-aktivitas yang saya suka, seperti baking, senam, yoga, menonton film, bernyanyi, hangout dengan anak-anak atau teman-teman.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Pesan saya untuk para perempuan” diluar sana yang pernah atau sedang mengalami kekerasan, BANGKITLAH. Speak Up dan mintalah pertolongan kepada orang” terdekat.

Yakinlah kalau semua perempuan itu memiliki VALUE, kita berhak BAHAGIA, berhak memiliki masa depan yang lebih baik.

Semangat bestieee!

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Pakistan

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Pakistan

2. Kutipan favorit

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

trauma…kaget …tidak pernah membayangkan akan terjadi hal seperti ini. Saya seperti tidak percaya.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Saya telah tinggal bersama suami 15 tahun. Suami saya tidak pernah memukul atau bersikap kasar seperti membentak misalnya. Basic-nya suami adalah orang yang baik, penyabar, penyayang. Saya merasa ketegangan yang terjadi pada dia karena perlakuan keluarnya sendiri. Menurut saya, keluarganya suka pilih-pilih. Saya pikir karena kita tidak sesukses keluarganya yang lain sehingga kita dikucilkan. 

Itu sebab, suami terpuruk ke dunia narkotika. Puncaknya dia melakukan KDRT. Saya coba bertahan selama 8 tahun karena saya masih berharap dia bisa berubah. Saya masih mencintainya. Saya juga merasa dia masih sangat mencintai saya dan anak-anak saya. Saya pikir semua karena pengaruh narkotika sehingga dia tidak lagi menguasai dirinya sendiri. 

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Saya belum bisa mengatasi trauma ini. Jika dia di samping saya, saya masih merasa gemetaran sehingga saya putuskan untuk meninggalkan dia dengan harapan dia akan sadar dari segala kesalahannya.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Pesan saya untuk teman-teman yang senasib, saya pikir garis hidup tidaklah sama. Perubahan itu perlu. Bertahan boleh. Menurut saya pribadi, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. 

Selama dia tidak menyentuh perempuan lain, Insya Allah, saya pun masih memikirkan dan berharap suatu saat nanti, dia akan tersadar dan mendapatkan hidayah. Karena Hidayah tidak datang dengan sendirinya. Hidayah haruslah dijemput. Jangan putus asa. Kita harus menyemangati pasangan, karena hanya kita yang tahu karakter dia bagaimana.

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Indonesia

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Indonesia

2. Kutipan favorit

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Di akhir umur belasanku, aku terjebak dalam hubungan tidak sehat selama kurang lebih 9 tahun lamanya. Umurnya 10 tahun lebih tua, yang awalnya aku pikir akan syarat dengan kedewasaan pikiran dan sikap. Ternyata aku salah. Keintiman yang terjadi sejak awal berpacaran berubah menjadi pemaksaan.

Aku dipaksa untuk berhubungan intim dengannya, bahkan ketika aku menangis dan berkata “aku tidak mau”. Setiap kali bertemu, kejadian itu berulang sampai diakhir tahun pertama hubungan kami, aku hamil dan memutuskan untuk aborsi. Bahkan hubunganku dengan teman-temanku pun dibatasi olehnya.

Alasannya, dia tidak mau aku curhat tentang apapun yang terjadi dalam hubungan kami kepada orang lain. Tak jarang aku berniat untuk memutuskan hubungan. Tetapi dia selalu mengancam untuk membunuh dirinya sendiri atau untuk mengatakan semua yang terjadi kepada orang tuaku. 

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Aku lelah dengan hidupku yang seakan hanya menuruti nafsu orang lain saja. Dan juga, perkuliahanku waktu itu sangat mendukung pemikiranku untuk berkembang yang menuntunku untuk berfikir bahwa hubungan pacaran ini sudah tidak sehat, tidak benar dan tidak wajar.

Bahwa aku memiliki hak atas hidupku sendiri menjadi hal yang aku kejar waktu itu dan seolah membuka mata dan jalan sehingga aku mendapat pertolongan dari teman-teman yang ternyata peduli terhadapku. Ini menjadi pemantik semangatku untuk menolong diriku sendiri keluar dari hubungan itu. 

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Hal pertama yang aku lakukan adalah berani bercerita dan terbuka mengenai kekerasan seksual yang aku alami kepada orang yang aku percaya. Selain itu, aku menyibukkan diri dengan perkuliahanku. Setelah hubunganku berakhir, aku memutuskan untuk pindah ke Jerman untuk melanjutkan studi.

Jarak jauh dari Indonesia memberiku kesempatan untuk menata kembali hidup, perasaan dan mentalku. Di Jerman juga aku mencari pertolongan profesional dengan melakukan terapi psikologis. Selain itu aku juga lebih memilih untuk bergaul dan mengelilingi diriku dengan orang-orang yang benar-benar peduli denganku. 

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Kalian tidak sendiri! Kalian adalah orang yang kuat! Carilah bantuan profesional secepat mungkin: polisi atau psikolog/psikiater. 

(AISIYU) Cerita Penyintas dari India

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: India

2. Kutipan favorit

Kutipan ini saya tujukan untuk para suami, terutama yang berkewarganegaraan asing. Hargailah perempuan Indonesia yang menjadi pasanganmu. Dia sudah rela meninggalkan keluarganya demi membangun hidup bersamamu di negara yang asing. Hargai, sayangi, dan hormatilah pasanganmu.

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Saat itu sepertinya rasa takut yang nyata selalu mengikuti saya, bahkan ketika tidak adanya ancaman terhadap nyawa saya. Belum pernah sepertinya saya mengalami rasa takut yang sedemikiannya mengontrol diri saya. Psikis saya benar-benar terganggu. Bahkan berbicara pun saya tidak mampu.

Perlakuan dan perkataan yang terucap dari mertua, suami, dan ipar sangat menyakitkan dan menekan emosi saya.  Suami abai terhadap tanggung jawabnya dan menelantarkan saya yang semakin merasa terasing di negeri asing. Pun tidak ada teman berbagi duka.

Dalam keadaan tertekan dan ketakutan seorang kenalan keluarga suami memperkosa saya. Ancaman dari si pemerkosa membuat hidup terasa semakin hancur dan psikis saya semakin terganggu. Saya linglung. Saya semakin ketakutan. Semakin tidak berani untuk bicara kepada siapapun, termasuk keluarga. Rasa malu yang teramat sangat membuat saya lumpuh secara mental.

Kekerasan psikis yang saya alami ini memberikan trauma dan efek mendalam pada saya bahkan setelah saya keluar dari duka ini.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Saya bertemu dengan suami yang kedua di saat saya ada di titik terendah. Diusir oleh mantan suami dan mengalami perkosaan. Suami kedua sayalah yang menyadarkan saya untuk keluar dari pernikahan yang sudah sama sekali tidak sehat ini. Saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia sekalian memulihkan jiwa saya. 

Setelah setahun di Indonesia, saya kembali ke India untuk menemui dua orang buah hati saya yang selama ini adalah sumber kekuatan saya. Yang terpikirkan oleh saya adalah saya harus keluar dari duka panjang ini salah satunya demi anak-anak. Adalah hak mereka untuk mempunyai ibu yang sehat secara mental. Sehat secara mental tentunya akan membuat saya lebih baik dalam mengekspresikan rasa sayang dan cinta kepada dua buah hati saya walaupun kami tidak bersama.

Kata cerai yang sebelumnya tabu, akhirnya menjadi jalan keluar dari hubungan yang tidak sehat ini.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Hidup sekarang terasa lebih penuh berkat. Lewat kegiatan pelayanan di gereja saya banyak melakukan aktivitas sosial yang menghubungkan saya dengan banyak orang. Dari kegiatan sosial inilah saya banyak belajar. Berinteraksi dengan mereka yang tinggal di daerah kumuh, mendengarkan keluh kesah orang-orang yang tidak beruntung secara ekonomi membuat saya lebih memahami karakter dan budaya India. Secara tidak langsung hal-hal ini membantu memulihkan mental saya dari trauma yang saya alami.

Walaupun mungkin mental saya belum sepenuhnya pulih, paling tidak sekarang saya bisa menikmati hidup dengan rasa yang aman. Rasa aman ini memudahkan saya untuk berinteraksi dengan orang-orang sekitar dan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Jangan pernah malu untuk berbicara masalah yang sedang kita hadapi kepada orang yang kita percaya dan aman untuk berbagi. Perlu untuk menyimpan nomor-nomor penting seperti kepolisian dan Kedutaan Besar Indonesia maupun Konsulat Jendral Indonesia. Laporkan segera kekerasan yang kita alami kepada polisi setempat maupun perwakilan Indonesia di wilayah kita. Selain itu kita juga bisa meminta bantuan LSM ataupun komunitas-komunitas Indonesia yang ada di negara tempat kita tinggal.

Jangan sungkan untuk meminta bantuan!!

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Italia

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi: Italia

2. Kutipan favorit

When you learn how much you’re worth, you’ll stop giving people discounts.

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Ketika berpacaran dengan warga asing, saya sempat beradu argumen dan dia menjambak rambut saya dan menyeret saya ke depan cermin di kamar mandi sambil bilang: “Vedi la puttana?!” —”Lihat pelacur itu (di cermin)?!” 

Saat itu juga saya memutuskan untuk meninggalkan dia. Tapi dia terus menerus men-stalking saya, ke kampus, ke tempat kerja, sampai saya harus pindah apartemen. 

Teman saya (sekarang menjadi suami saya) akhirnya menghubungi polisi setempat dan pihak polisi memberinya teguran. Sejak itu saya tidak pernah melihatnya lagi.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Saya beruntung tumbuh dalam keluarga yang harmonis, jadi saya langsung sadar bahwa saya harus keluar secepatnya dari situasi tersebut. Saya juga memiliki teman yang membantu & menyadarkan saya untuk mencari pertolongan (pihak kepolisian Italia). 

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Awalnya tidak mudah, tiap melihat lelaki berperawakan tinggi & berambut cepak, jantung saya lgsg berdebar cepat. Takut kalau-kalau itu mantan saya yg masih menguntit/menstalking saya. Tapi pelan-pelan seiring berjalannya waktu, perasaan takut itu hilang & kepercayaan diri saya kembali lagi. Butuh waktu dan mengisinya dengan kegiatan positif agar tidak terus menerus hidup dlm ketakutan.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Trust your gut, know your worth. And don’t be afraid to look for a help.

(AISIYU) Cerita Penyintas dari Qatar

Peringatan: Artikel berisi konten berikut mungkin dapat membuat pembaca merasa tidak nyaman.

1. Lokasi : Qatar

2. Kutipan favorit

Stop kekerasan pada perempuan karena cinta tak seharusnya menyakiti!

3.  Pengalaman menjadi korban kekerasan

Rasanya menjadi korban kekerasan? Bagi saya tentu sangat menyakitkan dan penuh trauma. Lima tahun bertahan dalam keadaan yang sulit, bahkan sudah tujuh tahun lepas dari keadaan yang menyakitkan itu namun masih terasa sakitnya di hati,masih teringat kenangan bagaimana itu terjadi. 

Sakit di raga bisa diobati tanpa menyebabkan bekas namun tidak dengan rasa sakit di hati karena kenangan masa lalu yang menyakitkan. Hari ini bahkan seterusnya bahkan sampai akhir hayat pun rasa sakit dan trauma itu masih ada meskipun sudah ada pengganti yang lebih baik.

4.  Memutuskan bertahan/keluar dari situasi

Masa-masa lima tahun saya bertahan dalam keadaan sulit itu entah ini cinta atau bodoh pun saya sudah tidak tahu lagi. Saya hanya berharap waktu itu lelaki yang saya cintai mau berusaha untuk berubah dan tidak mengulanginya. Dengan umur yang masih muda waktu itu, saya benar-benar sangat tenggelam dalam cinta sampai rasa sakit pun bisa saya tekan sendiri tanpa saya bercerita ke orang lain bahkan kepada orang tua saya sekalipun. 

Di saat bekas bekas kekerasan itu masih ada saya berusaha untuk tersenyum dan hanya mengatakan “ini terjatuh”. Namun saya katakan kepada diri saya setelah 5 tahun menjalani hari hari yang sulit dan semakin bertambahnya umur saya adalah “Saya harus keluar dalam keadaan yang seperti ini. Ini tidak bisa berlanjut karena ini bukan cinta. 

Cinta itu bukan menyakiti namun harus saling mengasihi. Cinta itu tidak begini, TIDAK. Seseorang yang mencintai kita itu seharusnya membuat kita bahagia bukan malah sebaliknya”. 

Setelah saya katakan itu terus berulang kali dalam setahun penuh saya berpikir dan terus berpikir, saya memutuskan untuk bercerita kepada orang tua saya tentang apa yang sudah terjadi karena merekalah orang yang bisa membantu saya untuk keluar dari keadaan sulit ini. 

Mereka satu-satunya orang yang bisa melindungi saya dan menampung saya bahkan mendukung saya dalam keadaan terpuruk sekalipun. Tanpa mereka yang membantu saya waktu itu mungkin saya sudah tidak kuat lagi di dunia ini.

5. Cara mengatasi trauma akibat kekerasan

Cara mengatasinya waktu itu orang tua saya menyarankan untuk menyibukkan diri dengan bekerja lagi karena waktu itu saya depresi 4 bulan hanya tidur,makan dan mandi. Tidak ada semangat hidup tetapi orangtua saya selalu menyarankan tentu selain menyerahkan diri kepada Tuhan, memohon ampun atas kesalahan dan bercerita di atas sajadah, orang tua saya mencarikan pekerjaan untuk saya yang jauh dari mantan saya.

Ketika orang tua saya diteror dan saya diceritakan yang jelek jelek oleh mantan saya, orangtua saya selalu bilang “Kami akan selalu percaya denganmu nak, carilah kehidupan baru yang lebih baik. Kami orang tuamu akan selalu mendukungmu disini. Sibukkan dirimu dengan hal positif, berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mulai dengan kehidupan barumu seperti dulu kala (saat tanpa dia).

Memang benar, setelah saya menyibukkan diri saya dengan pekerjaan, saya lebih bersemangat, bertemu dengan orang-orang baru yang positif membuat diri saya menjadi orang yang positif kembali, penuh senyum, penuh tawa dan tidak lagi terasa sakit di dada. Saya berterima kasih kepada orangtua saya dan saudara saya karena merekalah saya bisa “kembali hidup” bahkan saya sudah memiliki Putri yang cantik dengan suami saya yang sekarang. Saya tidak menyangka bahwa saya bisa menikah kembali karena butuh beberapa tahun untuk menerima suami saya waktu itu,saya butuh waktu lama untuk “percaya kepada laki-laki kembali”. 

Setelah saya keluar dari masa sulit saya bahkan saya tidak ada rasa untuk ingin menikah kembali. Saya bersyukur karena orang tua saya juga tidak pernah memaksakan saya untuk menikah kembali. Sampai saat ini saya masih mengingat apa yang terjadi “saat itu”, entah kapan bisa terhapus oleh waktu.

6. Pesan untuk perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dan tinggal di luar negeri

Berani untuk Keluar dari laki-laki yang hanya bisa menyakiti Baik itu secara fisik, verbal, seksual, atau pun psikis non verbal, karena lelaki yang baik tidak akan pernah bisa melihat perempuan yang dicintainya menangis karena dirinya. Ceritakan hal hal tersebut kepada seseorang yang kalian percaya sehingga mereka bisa mencarikan jalan keluarnya. 

Jika berada di luar negeri kalian bisa mendatangi Kedutaan Indonesia di negara yang kalian tinggali untuk mencari perlindungan. Untuk saya sendiri, saya dibelikan tiket oleh orangtua saya secara diam-diam dan pergi dari rumah pun diam-diam sehingga dia tidak bisa menahan saya karena dia tidak tahu kalau saya akan pergi darinya. 

Saya tidak melaporkan dia karena yang saya pikirkan saat itu adalah saya bisa kembali ke Indonesia dengan selamat. Segera keluarlah dari keadaan yang menyakitkan sebelum terlalu jauh menjalaninya. Kalian perempuan tangguh pasti bisa hidup mandiri, hidup baru dan menemukan lelaki baru yang jauh lebih baik. 

Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,tidak ada yang mustahil bagiNya. Jangan takut melangkah, jangan takut hidup tanpa dirinya karena “Kita berhak bahagia”. Jangan pernah takut untuk melawan, ingat bahwa kalian tidak sendiri!