Rumah memiliki berbagai makna. Bagi beberapa orang, rumah adalah bangunan yang telah mereka tinggali secara bertahun-tahun. Bagi sebagian yang lain, rumah adalah makna, dimana mereka dapat merasa aman. Bagiku, rumah adalah tempat untuk pulang.
Aku sudah lama tinggal di negara ini, sekitar sepuluh tahun. Negara ini sudah terasa seperti rumah kedua untukku. Aku juga telah memiliki keluarga sendiri disini. Namun, kebanyakan teman-teman terdekatku dan keluargaku tinggal di negara asalku, Indonesia. Aku menyukai negara ini, bahkan mungkin aku menyukainya lebih dari negara asalku sendiri. Tapi Indonesia akan terus menjadi tempatku untuk pulang.
Salah satu hal terberat yang aku alami selama aku tinggal di negeri ini adalah jarak. Bagaimana jarak antara aku dan orang-orang yang dulunya adalah paling dekat denganku bertambah jauh dengan adanya perbedaan waktu, benua, budaya, dan lain sebagainya.
Bagaimana aku tidak pernah menghadiri pernikahan sahabat-sahabatku, kelahiran keponakanku, acara-acara keluarga, kumpul-kumpul bersama, terlebih lagi kucingku yang harus aku tinggalkan di Indonesia.
Bagaimana aku melihat orangtuaku bertambah tua dan mengetahui aku tidak bisa seenaknya hadir untuk mengunjungi mereka, terutama di saat pandemi melanda. Semua terkendala perkara delapan belas jam perjalanan via udara, urusan imigrasi, dan karantina delapan hari di bandara.
Sudah dua tahun aku tidak bisa pulang. Sudah dua tahun pula aku mengalami homesick. Ada yang bilang, rindu itu menyakitkan. Diantara itu, rindu akan kampung halaman bagiku adalah salah satu yang paling menyakitkan. Dan aku ingin pulang.
Ditulis oleh Nadia M. Dari cerita seorang teman yang merindukan kampung halamannya. Ia berharap, tahun depan bisa pulang dan masih diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang yang dia cintai, yang bertempat tinggal jauh di sana.