
JERMAN – IG Live Episode Maret 2022 mengambil tema tentang Daycare di Eropa. Seperti biasa, Atika mengundang dua orang tamu yakni Hesti Aryani (akun IG: hestiaryani) yang kini menetap di Zürich, Swiss dan Juwita (akun IG: juwitanzl) yang menetap di Gerestried, sekitar 30 menit dari Kota Munich, Jerman. Mereka berdua akan cerita bagaimana pengalaman mendaftarkan anak di Daycare. Lebih lanjut mereka bercerita prosedur dan biaya yang diperlukan untuk mendaftarkan anak. Tak lupa, mereka bercerita menangani anak untuk beradaptasi di Daycare, yang terasa asing secara budaya untuk anak-anak mereka.
Juwita memiliki seorang putra berumur 3 tahun, yang sekarang masih bersekolah di Kinderkrippe (semacam Playgroup di Jerman) sejak tahun lalu. Awal pendidikan di Jerman dimulai sejak September tiap tahun. Jika orang tua ingin mendaftarkan anak ke Daycare di Jerman, orang tua perlu mendaftarkan secara online melalui website yang tersedia oleh pemerintah setempat. Orang tua di Jerman biasanya lebih sulit mendaftarkan anak di Daycare karena perlu menunggu antrian, terutama mereka yang tinggal di kota besar. Juwita sempat tertunda setahun untuk mendapatkan Daycare, yang jaraknya tak jauh dari rumah tinggal. Kemudian ia mendaftarkan ulang di website dan berhasil mendapatkan Daycare yang letaknya sedikit lebih jauh dari rumah tinggal.
Di Jerman, pendaftaran anak di Daycare gratis sementara biaya Daycare bergantung pada kebijakan dan fasilitas yang tersedia. Pengalaman Juwita yang menyekolahkan anak di Daycare milik pemerintah setempat, dia harus membayar uang makan untuk anak selama di Daycare. Pembayaran Daycare bergantung pada lamanya anak tinggal di Daycare. Juwita bercerita dia harus membayar 450€ per bulan selama 8 jam di Kinderkrippe/Playgroup. Pembayaran Taman Kanak-kanak di Jerman sebenarnya jauh lebih murah, sekitar 280€ per bulan.
Tak jauh berbeda dengan Juwita, Hesti yang tinggal di Zürich bertutur pengalaman anaknya yang sekarang berumur 4 tahun dan sedang memasuki Taman Kanak-kanak. Prosedur memasukkan anak ke Taman Kanak-kanak berdasarkan pengalaman Hesti, lebih mudah karena Universitas yang menjadi tempat bekerjanya telah menyediakan fasilitas tersebut. Pencarian Daycare di kota besar di Swiss pun tak jauh berbeda dengan di Jerman. Bahkan saat seorang ibu sedang hamil besar, dia bisa saja sudah mulai mencari tahu Daycare yang tersedia untuk anaknya kelak. Pemerintah Swiss biasanya lebih memprioritaskan anak-anak dari kedua orang tua yang bekerja.
“Saya bekerja hanya 40 persen dalam satu minggu, sehingga slot anak saya bisa terpakai untuk anak lain yang membutuhkan” kata Hesti. Salah satu syarat di Swiss adalah orang tua perlu menginformasikan bukti vaksin yang diterima sebelumnya oleh anak dengan menyerahkan buku vaksin. Syarat vaksin di Daycare di Swiss tidak wajib. Pembayaran Daycare di Swiss ditentukan berdasarkan lama anak dalam hitungan “Half Day” dan “Full Day”. “Half Day” berarti anak tidak mendapatkan makan siang selama di Daycare. Uniknya, pembayaran Daycare dihitung per hari. Harganya bisa bervariasi. Hesti menuturkan ia membayar 135 Franc Swiss atau sekitar 135€ per hari. Oleh sebab itu, orang tua perlu memikirkan ulang untuk memasukkan anak di Daycare di Swiss. Hesti menambahkan semakin kecil anak dititipkan di Daycare maka semakin mahal biayanya. Misalnya anak umur 4 bulan sudah bisa dititipkan ke Daycare dengan estimasi biaya 180 Franc Swiss per hari. Hesti memperkirakan jika orang tua menitipkan anak di Daycare selama sebulan, maka estimasi biayanya sekitar 2.400 Franc Swiss.
Pengalaman menarik dari Hesti yang datang sebagai akademisi, dia mendapatkan tawaran program integrasi untuk anaknya. Program Integrasi ini, seperti belajar Bahasa Jerman dan biasanya diikuti oleh anak-anak yang berasal dari keluarga pendatang di Swiss. Biaya program ini disubsidi oleh pemerintah lokal. Selain itu, pemerintah di Swiss juga memperhitungkan income dari kedua orang tua untuk mendapatkan potongan pembiayaan anak di Daycare. Taman kanak-kanak atau yang disebut Kindergarten dalam Bahasa Jerman merupakan fasilitas yang gratis dan disediakan oleh pemerintah. Memang usia terberat untuk membiayai anak-anak adalah pada saat anak-anak membutuhkan Daycare, anak-anak yang belum bisa masuk ke Taman Kanak-kanak.
Bagaimana mengatasi adaptasi anak di Daycare?
Juwita menceritakan proses adaptasi untuk anaknya berlaku selama sebulan. Hal itu semacam kebijakan yang umumnya berlaku di Jerman, di mana orang tua bisa bersama anak di Daycare yang kemudian dilepas bertahap. Juwita melihat anaknya bisa bersosialisasi baik dengan sesama anak-anak lainnya setelah dua minggu anaknya masuk Kinderkrippe/Playgroup.
Sebagaimana cerita Juwita, Hesti juga mengamini bahwa tersedia kebijakan adaptasi di Daycare untuk anaknya di Swiss yang berlaku selama dua bulan. Proses adaptasi ini sangat diperlukan untuk anak-anak agar pengalaman pertama di Daycare ini tidak membuat anak trauma. Oleh karena itu, Hesti tidak bisa meninggalkan anaknya selama proses adaptasi, meskipun anaknya sudah bisa bersosialisasi dengan baik dalam hitungan sebulan. Orang tua wajib berada di Daycare selama dua bulan pertama sesuai tahapan kebijakan yang diberikan oleh Daycare. Orang tua juga tidak boleh langsung meninggalkan anak, tanpa mengucapkan perpisahan. Bagaimana pun anak perlu diberitahukan jika orang tua mereka pergi, meskipun anak menangis karena mereka berpisah dari orang tua mereka.
Hesti melihat bahwa anaknya begitu menyenangi fasilitas dan suasana Daycare yang tersedia, tetapi ada kendala pada bahasa yang terdengar asing untuk anaknya. Dahulu Hesti tinggal di Yogyakarta di mana anak sehari-hari lebih banyak mendengarkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Hesti tidak mengajarkan bahasa asing sedikit pun kepada anaknya.
Apa manfaat Daycare?
Juwita merasakan manfaat anaknya berada di Daycare, terutama untuk kefasihan berbahasa anak. Sebagai pelaku kawin campur, Juwita merasa anaknya memiliki kemampuan berbahasa yang sangat cepat selama di Daycare. Sebelum anak masuk di Daycare, Juwita melihat bagaimana anaknya kesulitan dalam berkomunikasi. Setelah anaknya masuk di Daycare, kosakata anak berkembang lebih cepat. Anak juga belajar disiplin seperti anak bisa makan sendiri. Juwita merasakan manfaat Daycare untuk anaknya.
Serupa dengan Juwita, Hesti juga merasakan manfaat yang besar dari memasukkan anak ke Daycare. Anak bisa belajar rules, ada tahapan anak menjadi mandiri. Anak juga mengobservasi anak lain seusia dia sehingga memotivasi anak untuk mencoba juga. Misalnya, anak melihat anak lain bisa makan sendiri maka anak juga ikut mencoba makan sendiri. Itu bekal yang sangat bagus sebelum anak masuk Taman Kanak-kanak.
Bagaimana pun Hesti menjelaskan bahwa syarat anak untuk masuk ke Taman Kanak-Kanak di Swiss adalah anak sudah bisa melakukan toilet training dengan baik, pakai baju dan sepatu sendiri serta anak mampu merespon komunikasi orang lain. Sebetulnya, anak merasakan banyak manfaat selama berada di Daycare seperti melatih kemampuan mandiri dan kemampuan sosialisasi.
Apa saran dan tips untuk memasukkan anak di Daycare?
Untuk orang tua yang masih di Indonesia dan ingin membawa anaknya ke Eropa, Juwita berpendapat bahwa anak perlu memiliki catatan buku vaksin sebagai syarat masuk. Setelah anak lahir, orang tua juga harus bersegera mendaftarkan anak secara online, meski anak masuk dalam daftar tunggu. Pemerintah Jerman juga membantu orang tua yang kesulitan secara financial untuk membayar Playgroup atau Kindergarten. Bagaimana pun kebutuhan anak untuk pendidikan dini sangat diperlukan bagi tumbuh kembang anak.
Hesti menambahkan tips untuk orang tua adalah mulai mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang prosedur pendaftaran anak di Daycare, terutama bagi orang tua yang sudah tahu akan lokasi tinggalnya. Bagaimana pun lokasi Daycare biasanya bergantung pada lokasi tempat tinggalnya. Ia menambahkan orang tua tidak perlu khawatir untuk tantangan bahasa asing yang harus dikuasi anak di bawah lima tahun. Berdasarkan pengalamannya, anak yang memasuki usia golden age itu sangat mudah untuk menyerap bahasa asing dari sekitarnya.
Orang tua perlu juga membangun koneksi dengan sesama komunitas orang tua lainnya sehingga bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang Daycare. Terakhir, Hesti mengatakan bahwa orang tua tidak boleh memaksakan anak ke Daycare supaya anak lebih nyaman untuk tahapan berikutnya.