
Aku mulai hidupku di Jerman sejak tahun 2015. Aku putuskan untuk melanjutkan studi lagi di salah satu negara bagian (=Bundesland) setahun kemudian. Studi itu mengantarkanku pada pekerjaanku di negeri panzer ini. Ya, aku bekerja sebagai guru Taman Kanak-kanak yang biasa disebut begitu kalau kita tinggal di Indonesia.
Setiap semester perkuliahan, aku mendapatkan praktik kerja untuk mengajar di taman kanak-kanak. Oh ya, pemberlakukan usia anak-anak masuk Kinderkrippe, semacam tempat penitipan anak, dengan Kindergarten, sebutan taman kanak-kanak berbeda-beda sesuai kebijakan negara bagian di Jerman.
Di negara bagianku, anak-anak yang masuk Kinderkrippe adalah mereka yang berusia 6 bulan hingga 3 tahun. Sedangkan anak-anak yang masuk Kindergarten adalah mereka yang berusia 3 hingga 6 tahun. Aku memilih mengajari anak-anak di taman kanak-kanak. Alasannya, aku tak terlalu sabar mengurus anak-anak yang masih terhitung bayi dan dini sekali.
Selepas kuliah tiga tahun, aku kembali bekerja di taman kanak-kanak yang sudah mempekerjakanku sebelum aku lulus kuliah. Aku suka berinteraksi dengan anak-anak. Mereka mengajariku untuk sabar dan kreatif. Apalagi taman kanak-kanak di tempatku bekerja mengusung “teiloffenen Konzept” yang benar-benar mengubah cara berpikirku bagaimana menjadi guru TK yang membuat anak happy dan mandiri.
Di sini kami memiliki ruang-ruang khusus sehingga anak bebas bergerak seperti kehendaknya. Kami punya ruang kreatif dan ruang olah raga, di mana anak-anak bisa berlari-lari, panjat-panjat atau bermain bola. Ruang tersedia boneka, pakaian seperti pakaian polisi atau pakaian dokter yang kami sebut ini adalah ruang teater. Anak-anak tentu senang sekali bisa bermain peran.
Anak-anak yang suka bermain musik pun bisa masuk ke ruang musik di mana kami menyediakan instrumen musik khusus anak-anak. Tak lupa ada juga ruang konstruksi di mana anak-anak bisa bermain lego atau membuat bangun ruang sesuai keinginan mereka. Tak hanya itu, ada juga ruang bermain, ruang makan, ruang tidur dan ruang kelas yakni ruang yang menjadi mayoritas anak-anak beraktivitas.
Aku bekerja delapan hari di taman kanak-kanak tersebut. Tiap hari aku punya tiga aktivitas pilihan untuk anak-anak. Anak-anak tidak aku paksakan untuk mengikuti aktivitas yang aku sarankan ke mereka. Mereka bisa berpindah ke grup kelas lainnya jika mereka suka. Misalnya aku mengajar di grup A, maka anak-anak bisa saja ingin berpindah ke grup B atau C.
Sebagai gambaran misalnya, suatu hari aku mengatakan bahwa aku punya aktivitas bernyanyi. Kemudian ada anak yang tak ingin bernyanyi dan diam saja, ya sudah. Atau anak tersebut memilih untuk masuk ke ruang-ruang yang tadi dijelaskan di atas. Itu pun tidak masalah. Jadi kami mengajari konsep kebebasan untuk anak. Anak bebas menentukan kehendaknya.
Selanjutnya adalah aku mengajari anak-anak tentang kemandirian. Mulai dari masuk ruangan, anak diajarkan bagaimana membuka sepatu sendiri, jaket sendiri dan lainnya. Anak diajarkan untuk memilih menu makanan yang kami sediakan. Misalnya menu hari itu adalah kentang, daging dan salad. Aku meminta anak mengambil makanan yang mereka suka, bukan aku menyediakan ketiga menu tersebut di atas piring mereka.
Setelah sarapan atau makan siang, aku biasanya membuat lagi pilihan untuk anak-anak. Anak memilih apa yang mereka sukai. Guru seperti aku hanya sebagai fasilitator, yang menyediakan sarana untuk mereka belajar dan bermain. Itu sebab aku sudah punya program harian. Sedangkan aktivitas makan, menikmati snack atau tidur adalah program yang sudah terjadwal.
Anak-anak berada di tempat kerjaku sampai orang tua menjemput mereka. Taman kanak-kanak di tempatku bekerja sudah mulai beroperasi sejak jam 5.30 pagi, tetapi aku tak suka bangun pagi. Aku memilih kerja mulai dari jam 8 pagi. Aku bertugas delapan jam setiap hari.
Oh ya soal waktu tidur, tidak semua anak bisa jadi suka melakukan tidur siang. Jika ada anak yang tidak ingin tidur, aku biasanya memberikan aktivitas menggambar atau aktivitas lainnya yang tidak mengganggu anak-anak yang sedang tidur siang.
Pengalaman menarik bersama anak-anak membuatku belajar untuk tidak terlalu keras terhadap diriku sendiri. Aku menemukan diriku sendiri saat aku aku berinteraksi bersama anak-anak. Aku menjadi lebih happy bekerja bersama dengan anak-anak.
Tantangan bekerja di taman kanak-kanak adalah saat aku harus kontra dengan pendapat orang tua. Kadang aku berkonflik dengan orang tua yang lebih mementingkan ego mereka misalnya anak harus patuh pada orang dewasa. Padahal kami mengajarkan anak-anak untuk menjadi diri mereka sendiri dan menentukan kehendak mereka. Saat anak-anak bisa bebas menjadi diri mereka sendiri, anak-anak menjadi lebih happy dan kreatif juga. Anak-anak ternyata menemukan ketenangan tersendiri.
Penulis: Anonim, umur 32 tahun dan tinggal di Jerman